Jangan Memilih Karena Iming-Iming
Guna menghindari adanya anggota DPRD yang tidak mempunyai program, Saud memberikan imbauan kepada masyarakat.
“Masyarakat harus jeli, siapa yang mau dipilih. Jangan memilih karena iming-iming uang, setelah terpilih tak pernah datang lagi, gak peduli lagi. Jadi jangan sedikit-sedikit uang,” ungkap Saud, menilai bahwa masyarakat yang gampang diimingi itu adalah masyarakat yang lemah ekonominya.
Baca juga: Pemilih Tak Dikenal Ditemukan di DPT, Bawaslu: Masuk Daftar Pemilih Khusus
Pengumpulan fotokopi KTP juga mendapat tanggapan dari Bakal Calon (Balon) Anggota DPRD Kota Pematang Siantar Periode 2024-2029, yakni Hendra PH Pardede. Menurutnya, pengumpulan KTP itu sah-sah saja.
“Seperti kami di Partai Golkar, jauh sebelumnya, kami sudah mengumpulkan KTP bahkan KK (Kartu Keluarga) dan pas foto yang akan masuk (ditempelkan) ke dalam formulir sebagai kader Partai Golkar, dan ini terdata dan terinput sampai ke tingkat DPP (Dewan Pimpinan Pusat), tingkat Nasional. Ini sudah kami lakukan sejak sekitar 10 sampai 15 tahun silam,” beber Hendra yang merupakan anggota DPRD Kota Pematang Siantar periode 2019-2024.
Masyarakat Harus Lebih Cerdas
Namun pengumpulan KTP di masa menjelang Pemilu 2024 untuk kepentingan Caleg, kata Hendra, masyarakat harus lebih jeli.
“Harus ditanya dulu, dalam hal apa pengumpulan KTP itu. Kalau di Partai Golkar, itu jelas untuk kader. Jadi, kita harapkan agar masyarakat bisa lebih cerdaslah. Dan lebih was-was, karena dengan sistem pemilu terbuka ini masyarakat diberi kesempatan untuk memilih seluas-luasnya caleg yang diharapkan dapat menampung aspirasi masyarakat. Artinya, jangan sampai salah memilih,” tukasnya.
Fenomena Gunung Es
Seorang Balon Anggota DPRD Kota Pematang Siantar lainnya, yakni Fransisco Sibarani juga memberikan tanggapannya kepada mistar.id. Menurut politisi Partai Hanura ini, fenomena politik uang ini ibarat gunung es yang sangat berbahaya apabila dibiarkan.
“Saya melihat fenomena ini menjadi sebuah fenomena gunung es yang akan sangat berbahaya apabila dibiarkan, bisa mencelakakan, bisa menenggelamkan dan bisa membuat masyarakat tak berdaya di kemudian hari. Mengapa demikian? Karena KTP merupakan identitas yang bisa juga diasumsikan sebagai area private yang semestinya tidak digadaikan dengan bebas dan dengan harga murah,” ujarnya.
Baca juga:Â Komisi III DPRD Siantar Ingatkan Pejabat yang Baru Dilantik Jangan Terlibat Politik Praktis
Pengumpulan KTP, kata Fransisco, berbanding terbalik dengan prinsip demokrasi, karena di dalamnya mengandung unsur pragmatisme, intimidatif, transaksional atau money politik.
“Seharusnya, demokrasi yang dibangun adalah untuk memberi kesempatan kepada masyarakat menilai dari rekam jejak para politisi dan bakal calon legislatif. Menurut saya, ketika saya terjun menjadi bacaleg, saya harus mempersiapkan diri menawarkan gagasan terkait hal-hal yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi legislatif. Sehingga edukasinya adalah, masyarakat disuguhkan oleh beberapa ide dari sang calon,” tegasnya.