Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, bukan berarti semua bisa membaca Al Qur’an.
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan, 54 persen dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih buta membaca Al Qur’an.
Berantas Buta Al Quran (BBQ) Kota Pematangsiantar melihat, salah satu masalah penting dalam pendidikan Islam, adalah mendidik anak-anak dapat membaca Al Qur’an.
Mendidik membaca Al Qur’an diyakini setiap muslim sebagai salah satu kewajiban dalam ajaran agama Islam.
Anak-anak usia 4-6 tahun, adalah masa pertumbuhan bagi anak untuk mengisi diri dengan berbagai ilmu. Untuk pengembangan agama Islam misalnya, peran orang tua sangat menentukan, untuk mengajari anak-anaknya mengaji atau iqro (belajar membaca Al Qur’an). Caranya, selain diajarkan oleh orang tua langsung, tak sedikit pula yang mendatangkan guru ngaji.
Perkembangan jaman tanpa kita sadari membuat kita abai atau lalai untuk pendidikan agama ini, Kesibukan sering membuat kita lupa mengatur waktu untuk mendidik anak untuk belajar membaca Al Qur’an.
Setiawan Gultom,S.Pd, sebagai pimpinan umum BBQ Siantar – Simalungun mengatakan, tujuan dibentuknya BBQ utamanya untuk memberantas buta huruf Al Qur’an hingga hafal Al Qur;an sejak dini.
“Dengan adanya BBQ ini, kita dapat mengedukasi anak – anak yang kami sebut sebagai generasi emas untuk cinta Al Qur’an dan masjid,,” ujarnya ketika diwawancarai Mistar, Jumat (3/4/20).
BBQ berdiri sejak tahun 2017, pengurusnya hanya 4 orang, terdiri dari Pimpinan Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Guru Pembina.
Kehadiran BBQ, hanya sebagai lembaga sosial yang dikhususkan pada pendidikan keagamaan saja.
BBQ melakukan kegiatannya memilih masjid-masjid dan madrasah yang sudah tidak dipakai lagi atau jarang diramaikan umat. Namun tetap berkoordinasi dengan pengurus masjid maupun masyarakat setempat.
“Lembaga BBQ adalah lembaga bersifat sosial keagamaan, yang sudah tiga tahun berdiri,” katanya.
Program kerja yang sudah dilakukan, diantarannya Magrib Ber Iqra (magrib mengaji) di masijd-masjid dan mushola Siantar dan sekitarnya. Ada juga BBQ Madrasah Sore, memanfaatkan gedung yang dipinjam pakai dari masyarakat.
“Selain itu, ada juga Taman Belajar khusus anak yatim serta santunan anak yatim bulanan,” ujarnya.
Lanjut Setiawan, sumber dana berasal dari donatur yang peduli dengan kegiatan keagamaan.
Para donatur bukan hanya berasal dari Siantar dan Simalungun, ada juga dari luar provinsi, bahkan sampai luar negeri. Umumnya mereka orang Indonesia yang sedang bertugas di luar negeri.
Para donatur tersebut ada yang tetap dan ada pula yang tidak tetap. Artinya donatur yang tidak tetap tersebut tidak memiliki kewajiban, sewaktu – waktu bisa saja donatur tersebut tidak menyumbang lagi.
Namun, jika donatur tetap, akan terus menyumbang. Sumbangan mereka pun bermacam-macam, ada bentuk barang seperti Al Qur’an, pakaian untuk anak – anak mengaji, dan menjadi orangtua angkat bagi anak tersebut.
“Kami dari BBQ yang menjadi pengelola uang umat, maka tiap bulannya kami mempunyai tanggung jawab moral untuk menyampaikan kegiatan – kegiatan itu, agar para donatur bisa mengetahui bahwa sudah tersalurnya donasi,” katanya.
Baru baru ini BBQ melaksanakan kegiatan ‘Peta Malam’. Program Peta Malam atau Persiapan Sejuta Generasi Emas yang Islami, sebagai pengganti program ‘Maghrib Ber Iqra’.
Sebelum dilaunching, dilakukan pelatihan untuk para guru, sebagai modal pembekalan materi program Peta Malam selama sehari penuh. Pelatihan pembekalan guna menguasai materi dan siap membina di tempat binaan masing-masing.
Hal itu dijelaskan Susi, salah satu guru pembina di BBQ yang bertugas membimbing para guru-guru untuk program peta malam.
“Untuk kriteria khusus menjadi guru pada program Peta Malam tidak ada yang khusus, yang penting siapa yang mau dan mampu. Maksudnya, guu yang bekerja jangan melihat berapa besar gaji yang diterimanya, melainkan bekerja hanya karena lillahi ta’ala,” kata Susi.
Pengurus BBQ berharap, program Peta Malam dapat terlaksana dengan baik dan ke depannya dijadikan sebuah harapan baru dalam upaya mendidik generasi Qur’ani di Siantar dan Simalungun.
Penulis :Yetty Damanik
Editor : Herman Maris