27.8 C
New York
Tuesday, July 16, 2024

Anggota DPD RI Terpilih Asal Sumut Minta Rencana Revisi UU TNI Dihentikan

Baca Juga : Draf Revisi UU TNI, Masa Pensiun Diperpanjang Jadi 60 Tahun

Soal usulan perubahan Pasal 65 ayat 2 UU TNI yang menyatakan bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan hukum pidana umum. Menurutnya, ini bertentangan dengan semangat dan agenda reformasi TNI tahun 1998.

Penting dicatat reformasi sistem peradilan militer merupakan salah satu agenda reformasi TNI yang telah dimandatkan dalam Pasal 3 ayat (4) TAP MPR No VII tahun 2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Karenanya, kedua dasar hukum tersebut mengamanatkan bahwa prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan Peradilan Militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer, dan tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.

Pelaksanaan agenda tersebut penting, tidak hanya sebagai bentuk implementasi prinsip equality before the law sebagai salah satu prinsip penting negara hukum, tapi juga untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, termasuk mencegah impunitas terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana umum.

Selanjutnya, usulan revisi UU TNI yang meliputi perubahan anggaran TNI berasal dari APBN tidak terbatas pada anggaran pertahanan. Hal ini dapat dilihat pada usulan perubahan ketentuan Pasal 66 ayat 1 UU TNI dari yang sebelumnya menyatakan TNI dibiayai dari “anggaran pertahanan negara” yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi “TNI dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.

Baca Juga : RUU Polri, TNI dan Kementerian Disahkan Jadi Usul Inisiatif DPR

Perubahan ini menunjukan akan ada pos anggaran baru bagi TNI di luar anggaran pertahanan, dan juga dilangkahinya kewenangan Kementerian Pertahanan (Menhan). Hal ini membuka ruang anggaran non-budgeter yang dulu pernah ada dan dihapuskan karena rawan penyimpangan.

“Pengalaman traumatik di era rezim otoriter Orde Baru memberi kita pelajaran penting untuk menjaga supremasi sipil di era demokrasi agar negara tidak jatuh kembali kedalam pengalaman pahit,” ucap Penrad.

Dia meminta pemerintah dan DPR RI untuk tidak melanjutkan agenda revisi UU TNI, dan jangan mengkhianati reformasi. Selain tidak urgen untuk dilakukan saat ini, sejumlah subtansi usulan perubahan juga membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum dan pemajuan HAM.

“Lebih baik pemerintah fokus pada urusan penuntasan reformasi TNI yang tertunda, seperti reformasi sistem peradilan militer dan restrukturisasi komando teritorial (Koter), serta evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan tugas pokok TNI,” pungkasnya. (roland/hm24)

Syahrial Siregar
Syahrial Siregar
Alumni STIK-P Medan. Menjadi jurnalis sejak 2008 dan sekarang redaktur untuk portal mistar.id

Related Articles

Latest Articles