30.8 C
New York
Saturday, July 6, 2024

Simalungun Masuk Daerah Tertinggi Rawan Politik Uang, Beragam Komentar Pengamat

Simalungun, MISTAR.ID

Baru-baru ini Badan Pengawasan Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) melalui akun media sosial (medsos) Facebook dan Instagram memosting 20 Kabupaten/Kota tertinggi rawan politik uang (money politic).

Kabupaten Simalungun pun masuk dalam urutan ke 20. Daerah lainnya juga yang masuk daftar 20 Kabupaten/Kota tertinggi rawan politik uang yakni, Kabupaten Lampung Barat di urutan ke 19 dan Kabupaten Bangka Selatan posisi 18. Lalu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Magelang.

Terkait masuknya Simalungun dalam daftar daerah tertinggi rawan money politic, Pengamat Politik Faisal Riza mengatakan, politik uang sebagai jalan yang paling banyak diminati oleh kedua pihak. Baik itu peserta Pemilihan Umum (Pemilu) dan pemilihnya.

Baca juga: Bawaslu RI: Simalungun Urutan ke-20 Daerah Paling Rawan Politik Uang Pemilu 2024

“Saya kira, Simalungun itu potret dari banyak sudut daerah di Provinsi Sumatera Utara. Politik uang merupakan jalan yang paling banyak diminati oleh peserta Pemilu dan pemilihnya,” ujar Faisal saat diminta tanggapannya, pada Kamis (31/8/23).

Lanjutnya lagi, politik uang itu bagian kompensasi dari absennya kaderisasi partai politik (parpol). Politik uang dikatakan Faisal bagian dari respon kebosanan rakyat dengan politik janji yang bersifat jangka panjang.

“Tanpa advokasi kerja kerakyatan yang dikenali masyarakat, tiba-tiba datanglah calon legislatif (caleg) menawarkan diri untuk dipilih. Maka langkah praktisnya menaklukkan suara rakyat ya dengan bayaran,” ungkapnya.

Baca juga: Cegah Kekacauan Masyarakat di Pemilu 2024, Polri Bakal Bentuk Satgas Anti Politik Uang

Terpisah, Pengamat Politik Agus Suriadi yang juga Dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan, terminologi seperti apa kerawanan politik dan yang pertama kalau kemudian dan mungkin berdasarkan pengalaman Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun lalu di Simalungun.

“Kerawanan politik itu kan bisa dipicu karena ada ketidak puasan terhadap pemenang yang ada, sehingga memunculkan konflik. Nah konflik itu kemudian mengganggu stabilitas daerah. Kedua, kecurangan-kecurangan yang mungkin akan terjadi dan terjadi. Kemudian memunculkan suasana yang tidak kondusif sehingga mengganggu stabilitas daerah,” paparnya.

Lanjut Agus, kalau kemudian mengacu pada pengalaman Pilkada tahun lalu, apa barometer yang kemudian memunculkan bahwa Simalungun itu masuk peta kerawanan politik.

Baca juga: Hindari Praktik Politik Uang, PDIP Sepakat Atas Putusan MK

“Itu satu pertanyaan yang harus dikaji mendalam. Kemudian potensi-potensi apa bisa memunculkan kerawanan politik. Saya pikir tidak sampai kesana Simalungun. Ini menurut pandangan saya ya,” ujarnya.

“Nah kalau kemudian dasar telaah analisis didasarkan asas pengalaman Pilkada dan Pemilu lalu, saya pikir itu tidak bisa menjadi barometer. Jika kemudian dilihat dari kondisi eksisting hari ini tentu bukan menjadi barometer, karena Pemilu masih belum dimulai dan masih tahun depan akan dimulai. Belum ada riak-riak, masih sunyi, masih biasa-biasa saja,” pungkasnya mengakhiri. (hamzah/hm16)

Related Articles

Latest Articles