10.4 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Stempel Notaris dan Presiden Sama

Oleh: Dr. Henry Sinaga, SH, Sp.N, M.Kn

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI), pada 5 Maret 2020, menerbitkan Surat dengan Nomor 45/U/2-III/PP-INI/2020, Perihal Syarat dan Kewajiban terhadap Notaris Yang Membuat Akta Perbankan. Surat itu ditujukan kepada Direksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.(BRI).

Surat PP INI tersebut diterbitkan untuk menanggapi Surat BRI Kantor Wilayah Jakarta 1, tertanggal 12 Februari 2020, Nomor B.192-KW-V/ADK/02/2020, Perihal Persyaratan Deposit untuk Rekanan Bidang Kredit Kanwil BRI Jakarta 1, yang ditujukan kepada Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Rekanan Kanwil BRI Jakarta 1, yang memuat syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Notaris jika ingin menjadi Notaris yang membuat akta pada BRI, yang diikuti dengan pernyataan bahwa:

1.Jabatan Notaris dipersamakan dengan biro jasa rekanan.
2.Kewajiban untuk membuka rekening dan menempatkan sejumlah dana di
BRI yang jumlahnya ditetapkan oleh BRI dan wajib blokir.

Dalam suratnya, PP INI antara lain menyatakan, sangat berkeberatan dengan adanya kalimat bahwa jabatan Notaris dipersamakan dengan biro jasa rekanan.

Untuk itu, PP INI mengharapkan BRI segera mencabut pernyataan dimaksud, karena kalimat tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap jabatan Notaris yang dilindungi oleh undang-undang.

Di samping itu PP INI juga berpendapat bahwa berbagai kewajiban dan syarat yang dibebankan oleh BRI kepada Notaris merupakan tindakan yang tidak patut dilakukan oleh perbankan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, di mana Notaris selaku pejabat umum dalam menjalankan jabatan dan kewenangannya dilindungi oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, selain itu juga melanggar Kode Etik Notaris serta mencemari prinsip-prinsip “good corporate governance.”

Pelecehan yang dilakukan oleh BRI terhadap jabatan Notaris sebagaimana yang disampaikan oleh PP INI tersebut, mungkin disebabkan kurangnya pemahaman yang baik dan benar tentang jabatan Notaris selaku pejabat umum.

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang baik dan benar kepada seluruh masyarakat tentang bagaimana sebenarnya jabatan Notaris selaku pejabat umum dan sekaligus sebagai upaya untuk meredam atau menghentikan segala bentuk pelecehan yang berpotensi merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris di Indonesia.

Notaris tidak sama dengan biro jasa atau apapun namanya yang sejenis dengan biro jasa. Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan yang berbeda namun memiliki kehormatan dan martabat yang sama atau dipersamakan dengan pejabat umum lainnya yang ada di Indonesia.

Kewenangan, kehormatan dan martabat jabatan Notaris selaku pejabat umum, diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang telah mengalami perubahan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan peraturan perundang-undangan lainnya. (Sebelumnya diatur dalam Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie, Staatblad 1860 No.3, yaitu Peraturan Jabatan Notaris yang berlaku di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda hingga terbitnya UUJN tahun 2004. Secara historis jabatan Notaris lahir dalam masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia ).

Menurut UUJN, yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Selaku pejabat umum, menurut UUJN sama dengan pejabat umum lainnya, Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham).

Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia, Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal (setara dengan Presiden) selaku Kepala Negara.

Sama halnya dengan pejabat umum lainnya, menurut UUJN sebelum menjalankan jabatannya Notaris juga wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dan dilantik di hadapan Pemerintah Republik Indonesia (Menkumham atau pejabat yang ditunjuk).

Selanjutnya selaku pejabat umum yang tidak berbeda dengan pejabat umum lainnya, Notaris menurut UUJN dalam menjalankan jabatannya diawasi oleh Pemerintah Republik Indonesia (Menkumham), dan pengawasan tersebut dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia (Menkumham).

Kemudian selaku pejabat umum, menurut UUJN Notaris memiliki Kode Etik Notaris, sebagai pedoman perilaku dalam pelaksanaan jabatannya, sebagaimana juga diberlakukan untuk pejabat umum lainnya di Indonesia.

Selain sama atau dipersamakan dengan pejabat umum lainnya, dalam aspek penggunaan Lambang Negara dalam cap atau stempel atau kop surat jabatan dan cap dinas untuk kantor, jabatan Notaris juga sama atau dipersamakan dengan Presiden Republik Indonesia dan pejabat negara lainnya oleh UUJN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU 24/2009).

Menurut UUJN, dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib mempunyai cap atau stempel yang memuat Lambang Negara Republik Indonesia, dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.

Ketentuan yang sama juga diatur dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU 24/2009, yang berbunyi bahwa Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan dan sebagai cap dinas untuk kantor digunakan oleh:
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Mahkamah Agung dan badan peradilan
f. Badan Pemeriksa Keuangan
g. Menteri dan pejabat setingkat menteri
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan
i. Gubernur, Bupati atau Walikota
j. Notaris dan
k. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

Ketentuan-ketentuan UUJN dan UU 24/2009 tersebut di atas memberikan gambaran yang baik dan benar tentang kewenangan, kehormatan dan martabat Notaris sebagai pejabat umum yang sama atau dipersamakan dengan Presiden dan pejabat negara lainnya.

Dengan demikian Notaris tidak sama atau tidak boleh dipersamakan dengan biro jasa. Menyamakan Notaris dengan biro jasa sesungguhnya adalah pelanggaran terhadap UUJN dan UU 24/2009.(*)

Penulis adalah Notaris/PPAT dan Dosen Program Studi Magister Kenotariatan USU–Medan

Related Articles

Latest Articles