MISTAR.ID
Keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia memang sudah menunjukkan peningkatan yang lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. Di badan legislatif tingkat nasional, keterwakilan perempuan hasil pemilu era Reformasi menunjukkan tren peningkatan yang cukup baik meskipun tidak demikian dengan di badan legislatif tingkat lokal.
Kebijakan afirmatif yang sudah keluar dalam PKPU 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 1 huruf (c), ini yang sedang diminta oleh putusan Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan tindak lanjut, antara lain daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen setiap dapil, setiap tiga orang dapat paling sedikit satu orang bakal calon perempuan.
Terkait tantangan keterpilihan perempuan, salah satunya adalah affirmative action pencalonan perempuan hanya memberikan akses pencalonannya saja. Sementara pada proses kontestasinya untuk mendapatkan kursi mungkin masih terdapat banyak ketimpangan dalam strategi berpolitik, akses informasi, berelasi dengan calon konstituen. Pencalonan perempuan masih dominan dilandasi oleh faktor kekerabatan.
Fakta Keterpilihan Perempuan dalam Pilkada Serentak 2015 dan 2017
Mencermati perkembangan dinamika politik Pilkada yang diikuti oleh 171 daerah terdiri dari 115 kabupaten dan 39 kota serta 17 provinsi, ternyata masih menggambarkan bahwa Pilkada ini masih menunjukkan wajah Pilkada yang maskulin dan karakteristik patriarki yang dominan.
Dinamika politik perebutan kekuasaan ini masih berkisar masalah pasangan calon hingga mendekati waktu akhir (injury time), di mana para elite parpol selaku penentu paslon berpikir dan berkalkulasi politik dengan mempertimbangkan segala kemungkinannya untuk meraih kemenangan, akibatnya pemimpin perempuan yang berkualitas belum menjadi daya tarik pimpinan parpol mencalonkan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Namun Saat ini, keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru mencapai 20,5 persen, masih jauh dari target afirmasi sebesar 30 persen. Khusus dalam kontestasi perempuan Cakada/Cawakada yang muncul untuk bersaing dalam memperebutkan kursi kepala daerah/wakil kepala daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. beberapa alasan perempuan untuk berperan dalam gelaran pesta demokrasi Pemilu 2024. Seperti memberikan keseimbangan dalam mewarnai perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, dan pengawasan. Memberikan perempuan ruang berekspresi dalam menyampaikan kepentingan politik secara mandiri.
Mengurangi tingkat diskriminasi terhadap perempuan. “Meningkatkan keadilan gender dalam ruang pendidikan, sosial, politik, budaya, dan agama”.
Pada Pilkada serentak 2024 ini terdapat sekitar 56 laki-laki calon gubernur dan 2 perempuan calon gubernur. Sedangkan Perempuan Calon Bupati sebanyak 49; dan Perempuan Calon Wakil Bupati sebanyak 50 orang, semuanya berjumlah 99 orang. Dari jumlah 99 perempuan, termasuk calon dari unsur perseorangan yang terdiri dari 6 perempuan menjadi calon wakil kepala daerah dan 7 perempuan calon kepala daerah (Sumber: kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak).
Dari data tersebut bisa dimaknai bahwa perempuan untuk maju menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terus meningkat, sebab Pilkada serentak tahun 2015, hanya ada 1 perempuan yang maju calon gubernur, dan 124 perempuan cakada/cawakada 7,47%) dari 1646 di 264 daerah pemilihan dan tingkat keterpilihannya sangat baik sekitar 46 perempuan terpilih (37,1%) dengan perolehan suaranya rata-rata di atas 50% suara.
Pilkada serentak tahun 2017 yang dilaksanakan di 101 daerah yaitu 7 provinsi dan 94 kabupaten/kota yang diikuti peserta 614 Cakada dan Cawakada, perempuan sebanyak 44 orang (7,17) termasuk Cagub dan Cawagub. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, perempuan yang terpilih menjadi bupati berjumlah 8 orang, 3 wabub, 2 walikota dan 1 wakil walikota.
Dari 44 calon tersebut, terpilih berjumlah 15 perempuan (34%) menjadi kada/wakada, hal ini menjadi suatu kemajuan dari dua kali Pilkada yang terpilih mencapai di atas 30%, meskipun dari keseluruhan jumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipimpin masih berkisar 8% dari sekitar 520 kabupaten/kota ((Sumber: kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak).
Dalam skema Sustainability Development Goals/SDGs tahun 2030 Dalam agenda SDGs mengamanatkan peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan, yang kemudian oleh UN Womens mencanangkan Planet 50:50 Gender Equality tahun 2030, yang didukung oleh kampanye HeForShe yakni laki-laki mendukung kemajuan perempuan untuk memperoleh akses yang luas di bidang politik, ekonomi, kesehatan dan pendidikan dan lain-lain.
Termasuk dalam RPJMN 2015 – 2019, terutama pada agenda NAWACITA, yakni agenda kedua ‘membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, dengan salah satu indikator kinerjanya ‘meningkatkan peranan dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan’, dengan sasaran ‘meningkatnya keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan di legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Fenomena perempuan dalam kontestasi Pilkada serentak tahun 2024 sangat penting diperhatikan, karena data nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan, daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 sebanyak 204,81 juta jiwa. Jumlah itu terdiri dari 102,58 juta pemilih perempuan dan 102,21 juta pemilih laki-laki. Tentu hal ini dapat menjadi referensi buat para kontestan dan parpol dalam memilih calonnya.
Khusus Kota Pematangsiantar saat ini, perempuan kita melihat ada 3 orang yang ikut dalam kontestasi bakal calon, tentu hal ini sangat menarik jika kita melihat data. Sehingga Gerakan “emak-emak” sangat perlu diperhatikan dalam kontestasi pilkada serentak khususnya di Kota Pematangsiantar, di mana komunitas perempuan sangat cepat dan massif melakukan interaksi dan sosialisasi, sehingga peluang ini sudah sangat menjadi penting.
Beberapa fakta yang bis akita liha untuk Gerakan “emak-emak” yaitu dalam hajatan arisan keagamaan, arisan marga, arisan regular dan kegiatan happiness, kesemuanya di dominasi oleh perempuan. Fakta ini menjadi menarik untuk referensi keikutsertaan perempuan dalam pilkada Kota Pematangsiantar.
Dengan kondisi parpol saat ini, akses pada sumber-sumber kekuasaan tidak dengan begitu mudahnya diperoleh oleh perempuan. Padahal, semangat mengafirmasi perempuan dalam politik perlu disadari bersama sebagai sebuah keperluan mendesak. Apalagi dalam politik, starting point perempuan dan laki-laki pun berbeda. Dengan tidak terbebani nya peran reproduktif dan urusan domestik yang dikonstruksi oleh masyarakat, laki-laki dapat lebih mudah mengaktualisasikan diri termasuk dalam politik.
Pada tingkat yang lebih ekstrem, kondisi relasi kuasa yang timpang tersebut bahkan dapat membuat perempuan merasa inferior dalam dunia politik. Konsekuensinya, dalam kasus pemilihan legislatif, demi tidak ”tereliminasi” dalam suatu daerah pemilihan, tidak jarang parpol akhirnya menempatkan perempuan siapa saja pada daftar calon.
Untuk itu perlunya menyiapkan SDM perempuan kader partai politik, pemimpin organisasi perempuan melalui pelatihan oleh pemerintah dan partai yang secara langsung bersentuhan dalam hal tersebut. Kader perempuan kader partai politik dan perempuan pimpinan organisasi perempuan serta perempuan pengusaha yang siap maju menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk itu partai politik dapat mengoptimalkan perempuan yang telah terlatih tersebut partainya masing-masing. Perempuan yang telah lolos dan ditetapkan menjadi calon kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dapat menjadi citra positif dan memberikan keteladanan untuk membangun demokrasi yang berkualitas guna memberikan contoh pada para pesaingnya dan generasi muda yang akan datang. Semakin banyak perempuan menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah akan semakin mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkesetaraan sebagai manifestasi masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Ditulis oleh Robert Tua Siregar Ph.D
Ketua Pusat Unggulan Iptek “Bina Ruang” Univ.Prima Indonesia
Dosen Manajemen Pembangunan S3,S2 Univ. Prima Indonesia
Dosen S2 Univ Sumatera Utara.
Dosen Univ HKBP Nommensen Medan.
Dosen STIE Sultan Agung
Dosen Politeknik Pariwisata Negeri Medan.