4.3 C
New York
Saturday, January 11, 2025

Oportunisme dan Cawe-Cawe Partai Coklat Merusak Demokrasi

Oleh: Dr. H. Aswan Jaya

Pemilu dan Pilkada Langsung bagian penting dalam proses demokrasi.

Di Indonesia proses demokratisasi masih tergolong “sedang dalam masa pertumbuhan” menuju pematangan edukasi politik bagi seluruh elemen rakyat.

Pertumbuhan demokrasi itu saat ini sedang sangat terganggu dan bahkan mundur kebelakang akibat Cawe-Cawenya Aparatur Penegak Hukum (APH) yang belakangan ini di kenal dengan partai coklat.

Keterlibatan partai coklat dalam kontestasi Pilpres dan Pilkada serentak tahun yang 2024 berdampak kepada dua hal setidaknya, pertama aspirasi politik rakyat diintervensi dan bahkan kehilangan independensinya karena intimidasi partai coklat.

Kehilangan independensi dalam memilih berkonsekuensi pada hilangnya ruh demokrasi itu sendiri yang menganut semangat jujur, adil dan rahasia, dari rakyat untuk rakyat.

Baca juga: Edy Rahmayadi Ingatkan Jangan Ada Cawe-Cawe di Pilgubsu

Kedua, terpilihnya kepala daerah yang belum tentu memiliki kapasitas seorang kelapa daerah yang mengerti persoalan rakyat dan solusinya, sering sekali yang terpilih adalah anak-anak yang dititipkan oleh bapak, paman atau orang-orang yang memiliki kekuasaan politik atau uang yang besar.

Pertanyaannya mengapa partai coklat mau dan pasang badan ikut Cawe-Cawe merusak tatanan demokrasi?

Partai coklat adalah institusi komando, kontradiksi dengan institusi demokrasi yang aspiratif, sederajat, tanpa membedakan status sosial pada saat pelaksanaannya.

Kontradiksi ini yang menyebabkan partai coklat tidak boleh ikut proses demokrasi (dipilih maupun memilih), diatur dalam undang-undang dan diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena kecenderungan Cawe-Cawenya begitu kuat, terutama pada pilkada serentak tahun 2024 yang baru di gelar.

Baca juga: Bobby Nasution Bantah Lakukan Cawe-Cawe

Penyakit oportunisme para pimpinan partai coklat untuk sebuah karir mempertegas posisinya sebagai penjaga modal dan kekuasaan. Istilah aktivis kiri mereka adalah segerombolan “anjing penjaga modal”.

Penyakit oportunisme ini yang selalu dimanfaatkan oleh kroni politik dinasti menggunakan partai coklat terlibat “secara langsung” Cawe-Cawe mengintervensi kesadaran politik rakyat menuju kehendak majikannya. Cacatlah demokrasi.

Seluruh institusi negara dan sistem bernegara telah tersentuh reformasi. Institusi partai coklat salah satu dari sedikit institusi yang ternyata belum tersentuh reformasi. Slogan presisi dalam menjalankan fungsinya hanya omong kosong saat momentum politik datang.

Mereformasi partai coklat menjadi tanggung jawab semua pihak yang menginginkan proses demokrasi dalam mendewasakan kesadaran politik rakyat.

Sehingga proses demokrasi bisa berlangsung murah, programatik dan seluruhnya untuk kepentingan bangsa dan negara menuju kesejahteraan rakyat Indonesia yang adil dan makmur menuju Indonesia emas 2045.

(Penulis adalah Wakil Ketua DPD PDIP Sumut)

Related Articles

Latest Articles