19.3 C
New York
Monday, October 7, 2024

Kerap Muncul Jelang Pemilu, Pengamat: Fenomena Relawan Mengkhawatirkan

Medan, MISTAR.ID

Dalam perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu), salah satu fenomena yang cukup menarik perhatian adalah kemunculan para relawan pendukung pasangan calon (paslon) pemimpin.

Di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) 2024, sejauh ini sudah ramai bermunculan para relawan dengan berbagai latar belakang, baik sebagai pendukung paslon Bobby Nasution-Surya maupun Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala.

Pengamat politik, Boy Anugerah menilai bahwa fenomena ini bisa mengkhawatirkan bagi demokratisasi di Indonesia, karena dalam 10 tahun terakhir kerap bermunculan relawan-relawan politik jelang kontestasi elektoral.

Baca juga:Newsroom: Bobby Nasution Diantar Ribuan Relawan ke KPU Sumut

“Titik awalnya pada tahun 2014 silam ketika Joko Widodo (Jokowi) hendak mengikuti Pemilihan Presiden (Pilpres). Mungkin karena bukan berstatus sebagai pengurus PDIP, maka Jokowi butuh political back-up yang kuat dari massa organisasi. Ini jadi entry point munculnya fenomena relawan secara masif. Ada Projo, Jokowi Mania, dan sebagainya,” ujarnya, pada Selasa (10/9/24).

Menurutnya, masifnya fenomena relawan politik hingga kini merupakan situasi yang sangat mengkhawatirkan. Ini bentuk penyimpangan demokrasi.

“Pertama, keberadaan relawan ini tidak ada dasar hukumnya. Apakah mereka organisasi kemasyarakatan (ormas) atau apa. Jika ormas, maka mereka tunduk pada ketentuan Undang-Undang (UU) Ormas,” sebut Boy.

Staf Khusus (Stafsus) Anggota MPR RI ini juga berpendapat, bahwa persoalan yang dihadapi sekarang adalah relawan-relawan ini sangat partisan, mereka dengan vulgar menyatakan dukungan politiknya pada calon tertentu. Ini bertentangan dengan spirit UU Ormas yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.

Baca jugDiiring Relawan dan Parpol Pengusung, Bobby-Surya Daftar ke KPU Sumut

“Secara diksi dan nomenklatur, kata relawan politik ini tidak sesuai. Mereka menganut fatsun tidak ada makan siang gratis dalam politik. No free lunch. Lalu apanya yang rela?” lanjutnya.

Terlebih lagi ketika calon yang mereka usung memenangi kontestasi, mereka akan datang dan minta konsesi. Jadi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dapat konsesi tambang, dan lainnya.

“Sekali lagi bagi saya, fenomena relawan politik ini adalah perverted democracy yang harus ditertibkan secara regulasi. Jika hendak berpolitik dan merebut jabatan politik, lebih baik mendirikan parpol atau berhimpun di parpol,” jelas Boy.

Karena dengan berpartai, menurut Boy ideologinya akan lebih jelas, aturannya mengikat, ada visi demokrasi yang harus dikomitmen secara bersama. “Jangan sampai fenomena relawan politik ini jadi bypass berbiaya murah bagi petualang politik yang mencari jabatan,” pungkasnya. (maulana/hm16)

Related Articles

Latest Articles