“Rumah di Kelurahan Aur rata-rata sudah dua lantai. Jika banjir belum sampai lantai dua, warga menganggap sudah biasa dengan banjir. Mungkin permasalahan hanya kesulitan memasak karena peralatan basah,” ucapnya.
Lanjut Fahreza, pihaknya selalu berusaha memantau saat banjir datang. Selain itu, jajaran kelurahan beserta Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) selalu standby bila ada masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Jajaran Babinsa dan Bhabinkamtibmas selalu standby untuk membantu warga yang membutuhkan bantuan. Pemerintah Kota Medan juga memberikan nasi pagi dan dapur umum untuk memasak. Bahkan Pemerintah Kota Medan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memberikan perahu karet kepada masyarakat,” jelasnya.
Fahreza mengaku tidak ada kesulitan dalam mengungsikan warga yang terdampak banjir.
Baca juga : Sungai Batang Kuis Meluap, Rumah Warga di Dua Kecamatan Terendam Banjir
“Saya tidak merasa kesulitan. Menurut saya setelah banjir, saya harus memastikan warga untuk sarapan agar tidak menjadi sakit pasca banjir,” katanya.
Salah seorang warga, Syari’ah Rampak (67) mengakui banjir memang sering terjadi di Kelurahan Aur. Rata-rata hanya setinggi betis orang dewasa.
“Namun, paling tidak 5 tahun sekali banjir bandang yang tingginya bisa sampai sedada orang dewasa,” bebernya saat ditemu Mistar di kediamannya di Jalan Mantri Lingkungan IV Kelurahan Aur, Senin (4/11/24).
Wanita itu juga menambahkan jika banjir tidak terlalu tinggi, mereka biasanya hanya menumpuk barang-barang di rumah.
“Tapi kalau tinggi, barang-barang saya ungsikan ke atas (dataran tinggi),” tandasnya. (amita/hm18)