20.1 C
New York
Tuesday, October 8, 2024

Tanggapi Cuti Massal Hakim se-Indonesia, KY RI Pesankan Enam Hal

Medan, MISTAR.ID

Komisi Yudisial (KY) RI menanggapi terkait adanya atau maraknya isu cuti massal hakim se-Indonesia yang rencananya bakal dilakukan mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.

Diketahui, aksi cuti massal itu dilakukan guna menuntut kesejahteraan para hakim. Salah satu anggota KY RI, Farid Wajdi, memesankan 6 hal kepada para hakim yang hendak melakukan cuti massal.

“Merespons gerakan Solidaritas Hakim Indonesia yang bakal melakukan aksi cuti bersama untuk menuntut perbaikan kesejahteraan para hakim perlu (kiranya) disampaikan beberapa pokok pikiran,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Mistar, Senin (30/9/24).

Pertama, kata Farid, paradigma kesejahteraan selalu diidentikkan dengan gaji dan tunjangan perlu diluruskan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2012.

Baca juga:Hakim Cuti, Sidang Putusan Dua Terdakwa Perdagangan Orang Utan Ditunda

Di mana, lanjut Farid, gaji dan tunjangan menempati 2 urutan teratas, sedangkan sisanya terhadap 8 hak keuangan dan fasilitas yang perlu dipenuhi.

“Kedua, PP No. 94 Tahun 2012 mengatur 10 hak keuangan dan fasilitas hakim. Dari seluruhnya setidaknya 70 persennya, yaitu gaji, tunjangan, rumah dinas, jaminan kesehatan, biaya perjalanan dinas, penghasilan pensiun, tunjangan lain, telah diusahakan dipenuhi oleh negara meski dirasa belum optimal,” ucapnya.

Ketiga, sambung Farid, pemenuhan keseluruhan hak keuangan dan fasilitas hakim juga perlu mempertimbangkan kemampuan fiskal negara, rasio gaji hakim dibanding penyelenggara negara lainnya masih relatif tinggi.

Baca juga:Anggota DPR Sarankan Menteri Cuti Saat Maju Sebagai Capres

“Keempat, tuntutan para Hakim soal gaji dan tunjangan harus juga dibarengi dengan capaian kinerja dan perkembangan integritas hakim dalam kurun waktu penerapan PP No. 94 Tahun 2012 sejak 12 tahun (yang) lalu hingga saat ini,” lanjutnya.

Kemudian yang kelima, tambah Farid, penyesuaian terhadap besaran gaji dan tunjangan mungkin diperlukan terutama memperhatikan inflasi dan kemampuan negara. Namun, harus juga dibarengi dengan akuntabilitas kinerja profesi hakim.

“Keenam, peningkatan kualitas berupa pemenuhan PP No. 94 Tahun 2012 secara maksimal lebih diperlukan saat ini daripada membentuk instrumen hukum yang baru,” tandasnya. (deddy/hm17)

Related Articles

Latest Articles