25.9 C
New York
Sunday, July 7, 2024

Poldasu Kawal Dana Desa, Satu Polisi Untuk Satu Desa

Medan | MISTAR.ID – Pihak kepolisian khususnya Polda Sumatera Utara sangat serius untuk menangani kasus korupsi dan penyelewengan desa. Terbukti, pihak Polda Sumut telah menugaskan personel Bhabinkabmas untuk mendampingi aliran dana desa.

Kasubbid Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan menjelaskan kalau personel Bhabinkamtibmas yang ditugaskan itu untuk mendamping kepala desa.

“Jadi polisi ini mendampingi mulai dari tahap perencanaan pembangunan desa sampai penyerahan hasil akhir setelah selesai,” sebut Nainggolan, Selasa (7/1/20).

Sambung dia, setiap desa akan ditempatkan seorang personel Bhabinkamtibmas. “Jadi setiap desa ada seorang Bhabinkamtibmas yang mendampingi kepala desa dalam pelaksanaan dana desa. Itupun yang didampingi itu dana yang bersumber dari ADD (anggaran dana desa),” ujarnya.

Nainggolan menegaskan, bila ada ditemukan penyimpangan dana, personel Bhabinsa tersebut segera melaporkan kepada pihaknya.

“Ketika ada penyimpangan tentu si Bhabinkamtibmas itu segera melaporkan kepemimpinannya dan bisa juga kepada pimpinan kepala desa,” ujar dia.

Dia sendiri berharap, dengan hadirnya personil polisi, tidak terjadi lagi penyelewengan dana desa. “Ini sudah intruksi Kapolri untuk mengawal dana desa,” jelas dia.

Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat telegram yang berisi 15 poin intruksinya kepada jajaran reserse agar profesional dan berintegritas menangani kasus korupsi dan penyelewengan dana desa.

Sementara itu, anggota Ombudsman Adrianus Meliala menuturkan, petunjuk teknis Kapolri untuk menjaga investasi dan dana desa merupakan hal yang baik.

”Semua sepakat dengan itu,” tuturnya. Namun, yang perlu dipahami ada situasi di lapangan yang berbeda. Dalam pengawasan harus ada instrumen yang jelas. ”Kalau tidak, akan sama saja,” paparnya dihubungi, kemarin.

Instrumen itu berguna sebagai pedoman bagi aparat, dari Bhabinkamtibmas hingga Kapolda. Apa yang harus diawasi dan bagaimana pengawasannya.
“Harus memiliki ukuran, agar tidak menjadi berlebihan dan tidak mencari-cari,” urainya.

Bahkan, Kapolri perlu memiliki instrumen yang mampu untuk mengetahui kapan dan apa yang diawasi di lapangan. “Ini perlu karena aparat seperti Polri, TNI, dan Kejagung (Kejaksaan Agung) itu instrumen negara yang bisa membuat orang takut dan khawatir,” urainya.

Pejabat daerah hanya bisa mengiyakan bila ada permintaan dari aparat semacam itu. Sebagai contohnya, Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) di Kejagung.

”Yang awalnya mengawasi dan mengamankan, malah diselewengkan. Lama-lama main dan jadi preman,” tuturnya.

Adrianus menuturkan, Kejagung juga memastikan, TP4D ternyata tidak memiliki surat keputusan (SK). Yang artinya, tidak memiliki instrumen yang jelas.

”Ini tidak ada sistem yang mencegah salah pakai,” terangnya.

Menurut dia, kerap didengar ada pihak yang mengeluhkan perilaku aparat kepolisian. Namun, saat diminta membuat laporan formal semua balik kanan. “Polri punya kewenangan yang bikin semua takut. Maka, aturan ini harus realistis,” paparnya.

Reporter: Saut Hutasoit/Antara
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles