“Ruang-ruang kampanye diharapkan steril dari kehadiran anak-anak,” tuturnya.
Di sisi lain, edukasi pemilih pemula, khususnya yang berusia 17-18 tahun, menjadi fokus penting. Jailani mengatakan komunikasi yang jelas dan pemahaman bahasa pemilih muda menjadi krusial untuk mencegah kecenderungan menjadi pemilih yang dipengaruhi emosi.
Tak hanya itu, Jailani mengingatkan, ruang-ruang publik yang seringkali dikunjungi anak-anak, seperti sekolah, rumah ibadah, dan taman bermain, harus bebas dari materi kampanye Pemilu.
Pencegahan diperlukan untuk memastikan integritas ruang-ruang tersebut tetap ramah bagi anak-anak.
Baca juga : Pemilu 2024, YPHPA Minta Lindungi Anak dari Eksploitasi Politik
Dalam konteks yang lebih luas, Jailani menyoroti kasus di mana anak-anak remaja terlibat dalam demonstrasi pasca Pemilu.
Dia menekankan perlunya upaya pencegahan, mulai dari tingkat keluarga hingga penyelenggara Pemilu untuk menghindari keterlibatan anak-anak dalam kontroversi politik.
Jailani menyebut tentang kolaborasi yang diharapkan dari peserta Pemilu, partai politik, dan penyelenggara Pemilu, bersama-sama diingatkan untuk menerapkan langkah-langkah perlindungan anak-anak, memastikan mereka terlindungi dari dampak negatif proses politik yang intens seperti Pemilu. (hutajulu/hm18)