Saturday, April 19, 2025
home_banner_first
MEDAN

Kembalinya Sistem Jurusan SMA, Pemerhati: Upaya Hadirkan Seleksi yang Objektif dan Adil

journalist-avatar-top
Rabu, 16 April 2025 19.36
kembalinya_sistem_jurusan_sma_pemerhati_upaya_hadirkan_seleksi_yang_objektif_dan_adil_

Pemerhati Pendidikan, Doni Koesoema A (f:ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Pemerhati pendidikan nasional, Doni Koesoema A, menanggapi hangatnya polemik terkait rencana pengembalian sistem penjurusan di tingkat SMA oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) yang baru, Abdul Mu’ti.

Menurut Doni, masyarakat terlalu cepat menyimpulkan dan menolak tanpa memahami substansi kebijakan yang sebenarnya ingin diperkenalkan.

“Saya rasa dalam konteks pendidikan, pertama kita harus menyadari perubahan itu adalah sesuatu yang menjadi bagian dalam hidup kita,” katanya kepada Mistar melalui seluler, Rabu (16/4/2025).

Menurut Dosen Universitas Multimedia Nusantara itu, fokus dari kebijakan Mendikdasmen bukan pada sistem penjurusan semata, melainkan pada rencana menghadirkan kebijakan baru yang disebut Tes Kompetensi Akademik (TKA).

Ia menyebutkan bahwa absennya evaluasi objektif dalam sistem pendidikan saat ini menjadi masalah besar, terutama setelah dihapusnya Ujian Nasional dan dibubarkannya Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di era Menteri Nadiem Makarim.

Doni menilai perubahan Kurikulum 13 menjadi Kurikulum Merdeka yang memperbolehkan siswa memilih mata pelajaran sesuai minat memang memberi kebebasan. Namun sayangnya tidak disambungkan dengan sistem seleksi masuk perguruan tinggi yang berbasis rumpun keilmuan, yang akhirnya membuat kampus tidak mampu menyeleksi mahasiswa terbaik.

“Karena calon mahasiswa terbaik nggak bisa terpilih dengan sistem seleksi mendasarkan pada tes potensi akademik yang hanya berisi kemampuan penalaran, literasi matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sementara justru penjurusan untuk karir yang dibutuhkan yaitu kekuatan basic di dalam rumpun keilmuannya, dan ini justru malah dihapuskan,” ungkapnya.

Ia juga menyinggung banyaknya kasus siswa jurusan IPS yang mencoba kuliah kedokteran tanpa bekal akademik yang sesuai, sehingga mengalami kesulitan dalam studi.

Menurut Doni, TKA yang direncanakan Mendikdasmen justru merupakan upaya untuk menghadirkan kembali sistem seleksi yang objektif dan adil. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini bukan bentuk kemunduran ke kurikulum 2013, melainkan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya yang tidak menyertakan mekanisme evaluasi atas pilihan peminatan siswa.

“Jadi tidak mungkin Kementerian itu malah mundur ke kurikulum 2013, yang sudah diperbaiki oleh Mas Nadiem. Namun kelemahannya itu tadi. Memberi keleluasaan memilih mata pelajaran, tapi tidak ada pengujian objektif atas pilihan itu. Ini yang ingin dikoreksi,” tuturnya.

Doni menyatakan bahwa kekhawatiran berlebihan terhadap kebijakan ini justru datang dari mereka yang tidak ingin bersungguh-sungguh belajar. Ia juga mengkritik praktik manipulasi nilai rapor yang sering terjadi di sekolah, menyebut sistem TKA bisa menjadi solusi objektif untuk menghindari praktik semacam itu.

Ia juga menghimbau agar publik lebih berpikir kritis, dan mencari tahu terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut memang masuk akal atau tidak.

Ia mengaku kebijakan penjurusan dengan adanya TKA untuk menilai hasil belajar siswa serta menjadi proses seleksi mahasiswa ke perguruan tinggi negeri, adalah tepat.

Karena dengan ini, Indonesia akan mampu mempersiapkan calon-calon mahasiswa yang berkualitas, sehingga daya saing bangsa ke depan akan lebih baik lagi.

“Kalau mahasiswa yang terjaring memang yang kompeten dan memiliki pengetahuan mendalam, maka riset dan inovasi di masa depan akan bisa muncul dengan mudah. Dan tentu ini akan membawa Indonesia menjadi negara yang lebih baik,” ucapnya. (susan/hm17)

REPORTER:

RELATED ARTICLES