14.2 C
New York
Monday, May 20, 2024

Dipicu Kenaikan Bunga Acuan AS, Pasar Keuangan di Indonesia Berpotensi Tertekan

Medan, MISTAR.ID

Awal pekan ini, pasar keuangan berpotensi dalam tekanan. Rencana kenaikan bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan memicu terjadinya tekanan pada mata uang Rupiah.

“Dalam satu minggu ini rupiah diperkirakan bergerak melemah di kisaran 14.950 hingga 15.150 per US Dollar. Sedangkan untuk kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), masih bergerak volatile dengan potensi bergerak dalam rentang 6.600 hingga 6.730,” kata Analis Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin, Senin (3/7/23).

Disisi lain, pada harga emas, selama libur panjang Iduladha sempat anjlok di kisaran angka $1.897 per ons troy nya. Walau sempat berbalik dan kembali menguat di atas $1.900 per ons troy.

“Saya memperkirakan harga emas dalam sepekan kedepan akan bergerak dalam rentang $1.900 hingga $1.950 per ons troy,” sebutnya.

Baca juga: Ekonomi Global Labil dan Suku Bunga AS Naik, Gubernur BI: Indonesia Tetap Baik

Sementara itu,  data indeks S&P Global Manufacturing Purchasing Managers Index (PMI) tanah air akan dirilis. Di bulan Mei angkanya anjlok menjadi 50,3 dari posisi bulan sebelumnya di level 52,7.

Pada bulan Juni besaran indeksnya mengalami penurunan, yang sangat rentan membuat fase pertumbuhan yang terkontraksi.

Sedangkan angka PMI Indonesia hanya di atas level 50. Data PMI tersebut sangat penting dalam memproyeksikan atau melihat kinerja ekonomi tanah air ke depan.

Baca juga: Kemendagri Lakukan Penilaian Indeks Inovasi Daerah atasi Ancaman Resesi

“Di tengah ancaman perlambatan dan resesi ekonomi global, data PMI di tanah air menjadi acuan sekaligus harapan bagaimana sektor manufaktur dalam menopang ekonomi di tanah air. Data tersebut akan menjadi acuan pergerakan pasar di awal pekan ini,” terangnya.

Selain data PMI, ada FOMC minutes serta beberapa data penting ketenagakerjaan yang akan dirilis Amerika Serikat.  FOMC minutes yang akan memberikan pengaruh besar bagi pergerakan pasar, sementara data ketenagakerjaan akan menjadi pertimbangan pasar dalam melihat dinamika kebijakan yang akan diambil nantinya.

“Tapi selama libur panjang Iduladha, Bank Sentral AS justru memberikan isyarat akan adanya kenaikan suku bunga acuan selanjutnya. Hal yang paling menakutkan adalah target inflasi AS (2%) baru akan terealisasi di tahun 2025 mendatang. Yang mengindikasikan bahwa masalah inflasi AS masih jauh dari kata selesai. Dan selama inflasi belum mencapai 2%, maka potensi gangguan ekonomi seperti resesi sangat terbuka yang menjadi ancaman bagi pasar saham ,” pungkasnya. (anita/hm17)

Related Articles

Latest Articles