Minim Peralatan dan Besarnya Skala Kerusakan, Tim Penyelamat Korban Gempa Myanmar Berpacu dengan Waktu


Tim penyelamat bekerja di lokasi bangunan yang runtuh akibat gempa bumi dahsyat di Mandalay, Myanmar, 30 Maret 2025 [Foto: Arsip Stringer/Reuters by Aljazeera]
Jakarta, MISTAR.ID
Tim penyelamat korban gempa di Myanmar berpacu dengan waktu saat jumlah korban tewas melampaui 2.000 orang. Tiga hari setelah gempa dahsyat, tim penyelamat kekurangan peralatan untuk menyaring puing-puing dan membantu para korban. Padahal, sebagian besar korban harus diselamatkan dalam waktu tiga hari setelah bencana tersebut jika mereka ingin tetap hidup.
Pemerintah yang dipimpin militer negara itu mengumumkan, Senin (31/3/2025), jumlah korban telah bertambah menjadi 2.056 orang, dengan 3.900 lainnya terluka, dan mengumumkan masa berkabung selama seminggu.
Sementara itu, upaya pencarian dan penyelamatan dilaporkan terhambat oleh kurangnya sumber daya dan peralatan serta kerusakan infrastruktur.
Gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Myanmar pada siang hari, Jumat (29/3/2025), menyebabkan kerusakan yang meluas, termasuk di ibu kota Naypyidaw. Gempa kedua berkekuatan 6,4 skala Richter terjadi tak lama setelahnya.
Pusat gempa berada sekitar 17 km (11 mil) di sebelah barat kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay, yang berpenduduk hampir 1,5 juta jiwa.
Juru bicara pemerintah Mayor Jenderal Zaw Min Tun mengatakan kepada MRTV yang dikelola pemerintah pada Senin (31/3/2025), 270 orang hilang di wilayah Mandalay, pusat gempa yang merusak infrastruktur seperti masjid, jembatan, dan bandara kota tersebut.
Gempa bumi tersebut juga mengguncang negara tetangga Thailand dan menewaskan sedikitnya 18 orang,. Semua korban adalah pekerja konstruksi di Bangkok, di mana sebuah gedung tinggi yang baru dibangun runtuh.
Upaya Penyelamatan Melambat
Tim penyelamat telah menyatakan kekhawatiran bahwa upaya untuk menemukan korban menghadapi masalah dan mencatat bahwa sebagian besar korban harus diselamatkan dalam waktu tiga hari setelah bencana tersebut jika mereka ingin tetap hidup.
Mengutip Al Jazeera, negara-negara tetangga Myanmar, termasuk India, Tiongkok, Malaysia, dan Singapura, telah mengirimkan pesawat dan kapal perang yang membawa pasokan bantuan.
Wai Phyo, seorang pekerja penyelamat di Myanmar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tim penyelamat di Mandalay telah melakukan yang terbaik tetapi kewalahan oleh skala kerusakan dan kurangnya peralatan yang memadai.
Jumlah sebenarnya korban tewas dan terluka di seluruh wilayah itu mungkin beberapa kali lipat angka resmi. Pemerintah Junta Militer Myanmar selama ini membatasi telekomunikasi warganya sehingga hanya sedikit yang diketahui tentang kerusakan dan jumlah korban akibat gempa itu.
"Kami benar-benar tidak jelas tentang skala kerusakan pada tahap ini," kata Lauren Ellery, wakil direktur program di Myanmar untuk Komite Penyelamatan Internasional, kepada kantor berita AP.
Dia mengatakan ada keadaan darurat di enam wilayah. Menurutnya, infrastruktur yang rusak dan tanah longsor yang terus terjadi akibat gempa bumi telah mempersulit operasi penyelamatan.
"Mereka berbicara tentang sebuah kota dekat Mandalay di mana 80% bangunan dilaporkan runtuh, tetapi itu tidak menjadi berita karena telekomunikasi lambat," katanya.
Kurangnya alat berat juga telah memperlambat operasi pencarian dan penyelamatan, memaksa banyak orang untuk mencari korban secara perlahan dengan tangan di tengah panas yang tak henti-hentinya, dengan suhu harian di atas 40 derajat Celsius. []