Dalam Sebulan, Harga Minyak Melonjak Sampai 88 Persen
dalam sebulan harga minyak melonjak sampai 88 persen
Washington, MISTAR.ID
Sepanjang minggu ini, harga minyak jenis brent naik 0,57 persen secara point-to-point. Sedangkan, yang jenis light sweet melonjak 6,74 persen. Ada kejadian yang cukup langka, harga light sweet kini lebih mahal ketimbang brent.
Harga minyak dunia ini bergerak naik sepanjang pekan ini. Berbagai sentimen positif menjadi pendorong harga si emas hitam.
Sementara, sepanjang Mei, harga brent melesat sampai 39,81 persen, kenaikan bulanan tertinggi sejak Maret 1999. Harga light sweet lebih edan lagi, meroket 88,37 persen, kenaikan bulanan tertinggi sepanjang sejarah.
Ada sejumlah sentimen yang mendongkrak harga minyak. Pertama, Baker Hughes mencatat fasilitas produksi (rig) minyak di Amerika Serikat (AS) pada pekan ini adalah 301, terendah sepanjang sejarah. Artinya, ke depan produksi minyak Negeri Paman Sam akan semakin terbatas.
Baca Juga:Rupiah Melemah Seiring Anjloknya Harga Minyak Dunia
AS adalah negara produsen minyak terbesar saat ini. Jadi produksi minyak di sana akan sangat mempengaruhi pembentukan harga.
Kedua, Presiden AS Donald Trump dalam jumpa pers akhir pekan ini mengungkapkan bahwa pemerintahannya memang akan mulai mengurangi perlakuan khusus kepada Hong Kong seiring rencana penerapan UU keamanan yang baru oleh China yang membuat kuku Beijing semakin kuat mencengkeram.
Bahkan sang presiden Negeri Adidaya ke-45 akan memerintahkan jajarannya untuk memberikan sanksi kepada pejabat pemerintah Hong Kong yang terlibat dalam upaya penghapusan otonomi eks koloni Inggris tersebut.
Namun, Trump tidak menyebut bahwa kesepakatan damai dagang yang sudah diteken dengan China akan dicabut. Ini membuat pasar agak lega, karena ancaman berlanjutnya perang dagang AS-China tidak (atau belum) terjadi.
“Ada kecemasan dari pelaku pasar selama konferensi pers Trump. Namun sepertinya skenario terburuk belum kelihatan,” ujar John Kildufff, Partner di Again Capital Management yang berbasis di New York.
Ketiga, investor semakin yakin bahwa ekonomi bisa bangkit setelah dihajar habis-habisan oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Kini, sejumlah negara telah dan akan melonggarkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) seiring melambatnya laju penularan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, jumlah pasien positif corona di kolong langit per 29 Mei adalah 5.701.337 orang. Bertambah 107.706 orang atau 1,93 persen dibandingkan sehari sebelumnya.
Meski masih ada penambahan, tetapi lajunya relatif sudah terkendali. Dalam enam hari terakhir, persentase kenaikan kasus sudah terjaga di bawah 2 persen.
Baca Juga:Harga Minyak Dunia Amblas 30 Persen
AS, negara dengan kasus corona terbanyak di dunia, perlahan mulai kembali membuka keran aktivitas masyarakat yang tersumbat selama berbulan-bulan. Berbagai negara bagian sudah mengendurkan social distancing dengan mengizinkan masyarakat kembali beraktivitas meski masih ada pembatasan di sana-sini.
Misalnya, Kota New York yang akan mulai memasuki fase pertama reopening pada 8 Juni. The Big Apple akan menyusul lima kota lain di Negara Bagian New York yang sudah terlebih dulu membuka diri. Lima kota tersebut akan segera memasuki fase kedua reopening, dengan memperbolehkan sejumlah bisnis untuk dibuka kembali seperti salon.
“Kami masih on track untuk membuka diri pada 8 Juni. Namun reopening bukan berarti kembali seperti dulu lagi,” tegas Andrew Cuomo, Gubernur Negara Bagian New York.
Ya, aktivitas publik memang belum bisa sebebas dulu. Virus mematikan masih bergentayangan sehingga protokol kesehatan tetap wajib ditaati. Menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, pengukuran suhu tubuh, pengurangan kapasitas orang di perkantoran dan restoran, serta berbagai rambu-rambu masih akan berlaku demi mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona. Ini yang disebut dengan kenormalan baru alias the new normal.
Namun meski masih terbatas, adanya denyut aktivitas publik jauh lebih baik ketimbang #dirumahaja. Roda ekonomi akan berputar kembali, sehingga muncul harapan kontraksi (pertumbuhan negatif) bisa segera diakhiri.
Belum terlihatnya ‘hilal’ lanjutan perang dagang AS-China plus harapan ekonomi bakal tumbuh seiring penerapan new normal membuat pelaku pasar memperkirakan permintaan energi akan pulih. Peningkatan permintaan energi tentu membuat harga minyak terangkat.(cnbcindonesia/hm10)
PREVIOUS ARTICLE
Dekati 500.000 Kasus, Wabah Corona Di Brazil Memburuk