Beruntung anak orang yang baik hati yang menolongnya lalu dinaikkan ke becak untuk dibawa ke rumahnya.
Ketakutan dan Sering Terima Kata-kata Kasar
Menurut Wawan, dia sudah menekuni sebagai Pak Ogah di lokasi tersebut kurang lebih dari 10 tahun lamanya. Selama itu juga, cukup banyak rintangan yang ia hadapi.
“Masalahnya cuma dua di sini bang. Kalau tak ditangkap Sabhara, ditabrak pengendara. Ya itulah perjuangan,” katanya sembari menghela nafas.
Semenjak peristiwa yang menimpa Ahmad Firdaus, Wawan dan teman-temannya merasa ketakutan dan was-was. Sebab mereka tidak mau bernasib sama dengan Ahmad Firdaus.
“Kalau [Polsek] Medan Kota yang nangkap kami. Kami tidak ada di pukuli, nginap kami satu hari satu malam. Kami dikasi makan, baru kami didata,” sambungnya lagi.
Menurut Wawan, proses pendataan dan penerbitan itu merupakan bagian dari pekerjaan pihak kepolisian.
“Didata itukan kerjaan mereka, sehabis itu baru kami dipulangkan. Kalua yang memasang pembatas-pembatas itu Polsek Medan Kota, bukan Dishub,” bebernya.
“Kalau orang-orang Sabhara itu yang kasar sama kami, kadang dimaki. Dibilang macam-macam lah cakap kotor,” lanjut Wawan.
Tapi terkadang ada yang baik juga, yang datang hanya meminta untuk kembali menutup.
Baca Juga:Â Terkait Penganiayaan Pak Ogah di Medan, KontraS Mencatat 32 Kasus Kekerasan Oknum Kepolisian di Sumut
“Kami terkadang seperti pencuri ataupun penjahat dibuat. Padahal kami hanya mau cari makan untuk menghidupi anak istri,” tutur Wawan.
Menurut Wawan, tak semua oknum polisi Sabhara bersikap buruk, masih banyak yang bagus. “Banyak lah pokoknya,” kata dia.
Berharap Ada Orang Baik Lewat
Kata Wawan (46) bersama dua orang temannya, kehadiran mereka di bantaran jalan tersebut hanya ingin mencari rezeki dan tidak berniat merugikan siapapun.
“Kami hanya berniat membantu, kami juga tidak memaksakan. Daripada kami mencuri, berjualan yang enggak-enggak,” tambahnya.