15.7 C
New York
Tuesday, September 24, 2024

Penerapan Kemasan Rokok Polos Berpotensi Ekonomi Indonesia Kehilangan Rp308 Triliun

Implikasi dari kebijakan kemasan polos ini diperkirakan mengurangi penerimaan negara sebesar Rp95,6 triliun, dampak ekonomi yang hilang Rp182,2 triliun, dan memberikan efek pada 1,22 juta pekerja di semua sektor terkait.

Skenario kedua, jika pasal di PP Nomor 28 Tahun 2024 menyangkut larangan berjualan rokok dalam jarak 200 meter dari pusat pendidikan (PAUD sampai SMA) dan tempat bermain diberlakukan, akan memberikan dampak bagi 33,08 persen dari total rokok retail (dari total perkiraan lebih dari 500 ribu satuan pendidikan terkait).

Akibat dari larangan ini menurunkan pemasukan negara sebesar Rp43,5 triliun, imbas ekonomi yang hilang Rp84 triliun, dan 734 ribu orang/pekerja terdampak.

Baca juga:Mengendus Jejak Peredaran Rokok Ilegal Di Provinsi Lampung:Melonjak Tajam Dan Bahaya Mengintai

Bagi skenario ketiga perihal pembatasan iklan rokok dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, diperkirakan menurunkan permintaan jasa periklanan hingga 15 persen, mengurangi pendapatan negara Rp21,5 triliun, efek ekonomi yang hilang Rp41,8 triliun, dan berdampak terhadap 337,73 ribu orang/pekerja.

Apabila ketiga skenario itu diterapkan, dampak ekonomi yang bakal hilang setara Rp308 triliun atau 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan menurunkan pemasukan perpajakan Rp160,6 triliun atau 7 persen dari total penerimaan perpajakan.

Hal itu dipengaruhi seluruh dampak yang ada merambat ke industri hasil tembakau, industri tekstil, industri periklanan, industri pertanian, industri retail, industri kertas, maupun sektor lainnya.

Adapun sisi potensi tenaga kerja yang terimbas jika ketiga skenario itu dijalankan yakni sebanyak 2,29 juta orang atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja.

Baca juga:Mengendus Jejak Peredaran Rokok Ilegal di Provinsi Lampung: Titik Peredaran Rokok Ilegal

“Jika kita melihat total angka 2,29 itu lebih tinggi dibandingkan angka penyerapan tenaga kerja dan investasi yang kita tanam dalam 1 tahun terakhir, 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu menyerap kurang lebih 300 ribu lapangan pekerjaan baru (atau) tenaga kerja baru,” kata Tauhid.

Jadi, apabila pertumbuhan ekonomi 5 persen itu dapat menyerap kurang lebih 1,5 juta orang, bayangkan 2,29 (juta orang) itu bakal langsung terdampak, bukan hanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun bisa jadi penurunan pendapatan.

Sebab itu, selain memperbaiki PP Nomor 28 Tahun 2024 dan pembatalan RPMK, Indef mendorong pembahasan antar kementerian/lembaga yang berkepentingan dengan industri terkait.

Ini melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Pertanian (Kementan).

Baca juga:Mengendus Jejak Peredaran Rokok Ilegal di Provinsi Lampung: Pintu Gerbang Masuknya Rokok Ilegal?

Usaha pembicaraan dialog dilakukan supaya terjadi keseimbangan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan 4 pilar, yakni penerimaan negara, industri, tenaga kerja, dan kesehatan. Apabila cuma mempertimbangkan pilar kesehatan saja, maka bakal susah lahir sebuah keputusan yang betul-betul berkeadilan bagi sejumlah pihak.

“Jika ada 1 pilar saja yang mencuat tanpa mempertimbangkan 3 pilar lainnya, maka saya anggap ini yang perlu kita kritisi dan harus diberikan catatan,” ungkap Tauhid.

Saran terakhir yang disampaikan adalah pemerintah perlu mencari sumber alternatif penerimaan negara yang hilang, serta menyiapkan lapangan pekerjaan baru terhadap tenaga kerja yang terdampak apabila keputusan PP Nomor 28 Tahun 2024 dan RPMK tentang Produk Tembakau dan Rokok Elektronik tetap diberlakukan.

“Saya anggap yang berat memang dari penerimaan, sehingga butuh ada solusi jika pun peraturan ini dilakukan. Hanya yang paling berat adalah masa depan masyarakat, khususnya yang terdampak karena lebih dari 2 juta orang yang akan terdampak,” kata Tauhid mengakhiri. (tmp/cnn/hm16)

Related Articles

Latest Articles