Canberrra, MISTAR.ID
Australia terpaksa memangkas target pendapatan ekspor sumber daya dan energi karena rendahnya harga komoditas primer dan penguatan mata uang.
Menurut laporan Reuters dilansir, Senin (30/9/24), pendapatan ekspor komoditas diperkirakan turun sekitar 10% menjadi 372 miliar dolar Australia (setara dengan US$256 miliar) untuk tahun yang berakhir pada 30 Juni 2025. Ini merupakan penurunan dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 380 miliar dolar Australia pada bulan Juni 2024.
Pendapatan ekspor mencapai 415 miliar dolar Australia tahun lalu, dan diperkirakan akan terus menurun hingga 2026, meskipun dengan laju yang lebih lambat, mencapai 354 miliar dolar Australia.
Penurunan ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di negara maju akibat suku bunga tinggi dan perlambatan ekonomi di China, yang merupakan pasar utama untuk baja dan komoditas lainnya.
Baca Juga : Australia Akan Bangun PLTS Terbesar di Dunia
Bijih besi, yang merupakan komoditas ekspor terbesar Australia, sangat terdampak oleh perlambatan sektor properti di China, dengan harga turun sekitar sepertiga sepanjang tahun ini.
Australia juga memperkirakan pendapatan ekspor bijih besi akan menurun menjadi 99 miliar dolar Australia pada tahun yang berakhir 30 Juni 2026, turun dari 138 miliar dolar Australia tahun lalu.
Harga sumber daya lainnya, termasuk logam penting untuk transisi energi terbarukan seperti nikel dan lithium, juga mengalami penurunan. Lonjakan pasokan nikel dari Indonesia memaksa beberapa tambang di Australia untuk ditutup, berkontribusi pada penurunan pendapatan dari sektor ini. (mtr/hm24)