Medan, MISTAR.ID
Ketersedian komoditas cabai merah yang surplus di Sumatera Utara (Sumut) namun ketersediannya terbatas di pasar-pasar tradisional menjadi catatan dan pertanyaan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Untuk itu, Edy memerintahkan harus diambil langkah untuk mengintervensi permainan tengkulak dalam pasokan komoditas ini.
Sebab, karena ulah tengkulak membuat harga kebutuhan pangan tersebut, menjadi mahal dan memicu inflasi meningkat di Provinsi ini.
“Ini kelemahan yang perlu kita evaluasi, memang kelihatan saat terjadi krisis. Kalau sedang baik-baik saja, ini tidak terlihat,” sebut Gurbernur Edy kepada wartawan di depan Aula Tengku Rizal Nurdin, Jalan Jendral Sudirman, Kota Medan, Jumat (2/9/2022).
Baca Juga:Tengkulak Manfatkan Cuaca Buruk Mainkan Harga Kebutuhan, Pedagang Kecil dan Konsumen ‘Menjerit’
Mantan Pangkostrad ini, mengungkapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut harus melakukan perbaikan tata niaga untuk dapat mengendalikan permainan tengkulak dalam distribusi pasokan kebutuhan pokok tersebut. Yang dikendalikan dari petani cabai dan bawang yang ada.
“Tata niaga yang mengatur ada BUMD, legalitas ada di dalam perda, sudah mengatur sampai tingkat bawah. Kapan mengatur rakyat sebagai petani, menyiapkan kepentingan-kepentingan bahan pokok dalam waktu tertentu,” ucap Gubernur Edy.
Gurbernur Edy mengatakan seharusnya, Indonesia dapat mengendalikan kondisi ketersediaan kebutuhan pokok dalam sektor pertanian yang ada. Hal ini, ia menilai ampuh untuk menekan laju inflasi dan harga.
“Indonesia muda, kapan waktu hujan, kapan hari besar, dia jelas. Mendekati hari-hari besar, kita selalu naik inflasi kita. Karena kita tidak melakukan antisipasi. Ini lah diatur oleh Kepala Dinas pertanian, perkebunan, peternakan berurusan dengan Pangan,” jelas Gubernur Edy.
Baca Juga:Edy Rahmayadi Berharap Inflasi Jangan Sampai Membuat Krisis Pangan
Meski permainan tengkulak sah secara hukum pasar. Namun, Gubernur Edy mengatakan harus ada Kehadiran pemerintah untuk dapat mengintervensi dan mengendalikan pasokan kebutuhan pokok tersebut. Sehingga tidak dilakukan pengiriman ke luar Sumut. Dengan tujuan, untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi dan menjaga kestabilan harga.
“Ada BUMD kita sampai turun ke bawah. Cabai kita surplus, tahu-tahu pangan sekarang tidak ada cabai itu sekarang. Karena cabai-cabai ini, ditangani mencari suatu keuntungan dan memanfaatkan kondisi ini. Dijadikan keuntungan pribadi dia. Jadi keuntungan kelompok,” sebut Gubernur Edy.
Mantan Pangdam I Bukit Barisan itu, mengungkapkan permainan tengkulak, dengan ‘menjerat’ petani dengan memberikan pinjaman modal pertanian dengan bunga yang sangat besar, per hari 3 persen. Hal ini, menurut Edy tidak adil bagi petani.
“Yang sah (permainan tengkulak) ini, perlu diatur. Kehadiran BUMD harus diatur, contoh petani cabai diatur oleh tengkulak. Pastinya, dia sudah sah dia. Tetapi, petani tidak makmur, yang makmur siapa? tengkulak itu,” ucap Gubernur Edy.
Baca Juga:Harga Cabai Merah Bikin Menjerit, Tembus Rp110 Ribu/Kg di Pasar Dwikora Siantar
Dalam perjanjian peminjaman modal pertanian itu, Gubernur Edy mengatakan hasil panen pertanian harus dijual kepada tengkulak dipotong dari utang pinjaman modal tersebut.
Dampaknya, sangat merugikan petani menjual hasil pertanian murah dengan dipotong utang. Sedangkan, tengkulak menjual kembali hasil pertanian dengan harga mahal yang dikendalikan.
Ditambah lagi, untuk keuntungan yang besar. Tengkulak menjual hasil pertanian ke luar provinsi. Sehingga pasokan menepis dan harga komoditas tersebut menjadi mahal saat dibeli masyarakat.
“Ini tidak adil (bagi petani), ini harus ada Kehadiran BUMD,” terangnya. (Anita/hm01)