10.5 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Pembuat dan Penyebar Berita Bohong Terkait Pilpres 2024 di Medsos Terancam Pidana

Jakarta, MISTAR.ID

Pembuat maupun penyebar berita bohong (hoaks) terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di media sosial (medsos) terancam hukum pidana.

“Tentu ada hukumnya, tergantung konten hoaks tentang apa, apa kah fitnah, penghinaan, pornografi, atau pemalsuan data, masing-masing ada undang-undangnya baik konten secara daring atau tidak, semua ada,” terang Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) Yenti Garnasih, Rabu (31/5/23).

Tidak hanya berpotensi terjerat hukum pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), menurut Yenti, setiap unsur kesesatan pada konten terkait Pilpres secara jelas termasuk objek pada UU Tindak Pidana Pemilu.

“Itu bahkan hukumnya masuk dalam tindak pidana secara cepat, ada pengadilan khusus sendiri,“ jelas Wanita yang telah 35 tahun lebih berkecimpung di hukum tindak pidana itu.

Selain pemerintah yang berperan, sambung Yenti, untuk mengedukasi masyarakat mengenai rambu-rambu hukum penyebaran hoaks, para ketua partai juga wajib untuk mengedukasi para kadernya.

Baca juga : Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Dinilai Masih Layak Digunakan di Pemilu 2024

Para kader partai, utamanya yang baru bergabung, menurut Yenti, kerap menjadi aktor dalam penyebaran konten hoaks menjelang pemilu, sehingga berpotensi perpecahan antar masyarakat.

“Seolah-olah tidak tahu ada hukumnya, ini pendidikan politik yang tidak bagus, ketua partai harus memberikan edukasi bahwa ini ada rambu-rambunya,“ tambahnya.

Lebih lanjut, wanita yang mendapat gelar magister dari Universitas Indonesia dan doktor bidang hukum Universitas Trisakti itu juga mengatakan Indonesia telah memiliki patroli siber dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, untuk memantau pelanggaran hukum terkait penyebaran hoaks di media sosial.

Menurutnya, patroli siber juga memegang peran penting dalam memberi efek jera kepada para pembuat dan penyebar konten hoaks tersebut.

“Negara juga harus aware dan memberi obligasi bahwa masih perlu pendidikan atau edukasi kepada masyarakat. Ya tidak harus langsung dipenjara, tapi diberi peringatan, jangan dibiarkan,” tandas Yenti. (Antara/hm18)

Related Articles

Latest Articles