8.3 C
New York
Friday, April 19, 2024

Minggu Ketiga Oktober, Sumut Suspek DBD Tertinggi di Indonesia

Jakarta | MISTAR.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat Provinsi Sumatera Utara (Sumut), merupakan daerah suspek demam berdarah dengue (DBD) tertinggi pada minggu ketiga Oktober 2019 yaitu 250 kasus.

“Jadi ini laporan kalau ada curiga DBD sebagai kewaspadaan antisipasi kalau terjadi penularan yang cepat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (5/11/19).

Suspek DBD itu, kata dia, artinya belum tentu positif kasus DBD namun harus menjadi kewaspadaan bagi masyarakat. Jika dibandingkan pada minggu kedua di bulan yang sama, angka tersebut mengalami kenaikan sebanyak 19 suspek di mana awalnya hanya 231 suspek.

Selain Provinsi Sumut, Provinsi Jawa Tengah juga berada pada garis merah atau tertinggi yaitu 214 suspek. Kemudian disusul Provinsi Riau sebanyak 107 suspek DBD.

Ia mengatakan berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Kemenkes RI, Sumatera dan Jawa merupakan dua pulau paling tinggi atau masuk zona merah ditemukannya suspek DBD pada minggu ke-39 tahun 2019.

“Hal tersebut dibuktikan dengan Aceh 86 suspek, Sumut 250 suspek, Riau 107, Sumatera Barat 42 suspek dan Lampung 111 suspek,” katanya.

Sementara untuk Pulau Jawa, Provinsi Jawa Barat tercatat sebanyak 174 suspek, Jawa Tengah 214 dan DKI Jakarta 32 suspek. untuk Papua, suspek DBD berada pada zona hijau atau kategori rendah. Rinciannya yaitu Provinsi Papua sebanyak 10 suspek dan 11 suspek di Papua Barat.

Untuk mengantisipasi DBD, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) saat peralihan musim agar terhindar dari penyakit vektor.

“Peralihan musim itu identik dan berhubungan erat dengan penyakit vektor, jadi masyarakat perlu menyadari pentingnya PSN,” katanya.

Meningkat Drastis

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI juga mencatat, terdapat sebanyak 110.921 kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia pada Januari hingga 31 Oktober 2019.

“Angka ini meningkat cukup drastis dari 2018 dengan jumlah kasus berada pada angka 65.602 kasus,” kata Zoonotik.
Ia menjelaskan, peningkatan kasus DBD pada 2019 salah satunya disebabkan beberapa kabupaten dan kota di Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB).

Selain itu, masih banyak masyarakat yang tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin. Misalnya, mengumpulkan dan membersihkan botol-botol minuman yang bisa menjadi sarang nyamuk.
Kabupaten dan kota yang mengalami KLB DBD tersebut di antaranya Kota Manado, Kota Kupang dan Labuan Bajo sehingga total kasus mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Namun, kata dia, tingginya angka DBD di Tanah Air tidak berarti semua daerah terdampak. Melainkan masih ada beberapa daerah yang berada pada zona hijau dengan angka DBD cukup rendah.

Sementara itu, berdasarkan usia, ia menjelaskan temuan kasus DBD di berbagai daerah tersebut didominasi oleh usia 5-14 tahun atau 43,25 persen dari keseluruhan kasus.

Selanjutnya usia 15-44 tahun sebanyak 36,46 persen, di atas 44 tahun 9,68 persen, usia 1-4 tahun 8,54 kasus dan terendah pada usia di bawah 1 tahun dengan persentase 2,07.

“Kita terus mengajak masyarakat untuk melakukan PSN di lingkungan masing-masing agar terhindar dari DBD,” ujar dia.

Sumber: Antara
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles