Beijing, MISTAR.ID
Atas perintah Presiden Xi Jinping, Cina terus berusaha untuk mengontrol agama dengan lebih ketat. Satu dekade tindakan keras terhadap sejumlah agama, termasuk Muslim pun dilakukan. Namun Beijing mengklaim bahwa mereka sedang bekerja untuk memerangi terorisme dan pemikiran ekstremis.
Diperkirakan satu juta warga Uighur, Hui, dan minoritas Muslim lainnya telah ditahan di wilayah Xinjiang barat sejak 2017. Pemerintah Amerika Serikat dan kelompok hak asasi manusia menyebutnya sebagai genosida.
“Dampaknya terhadap masyarakat di luar Xinjiang lebih ringan, banyak yang melihat masjid mereka dihancurkan atau direnovasi secara paksa agar sesuai dengan gagasan resmi tentang estetika Cina,” kata seorang pakar Hui di Universitas Manchester Inggris, David Stroup.
Baca Juga: Pertama Kalinya, China Terbangkan Profesor ke Luar Angkasa
Pernyataan itu tidak lepas dari kericuhan antara warga etnis Hui dengan polisi setempat atas rencana penghancuran empat menara dan atap kubah Masjid Najiaying di Kota Nagu, Provinsi Yunnan. Akibat bentrok itu, sejumlah warga etnis Hui ditangkap oleh polisi setempat.
Kelompok mayoritas Muslim diperhadapkan kepada puluhan petugas yang memegang pentungan dan tameng anti huru hara. Warga dipukul mundur agar keluar dari masjid.
“Mereka ingin melanjutkan penghancuran paksa, jadi orang-orang di sini pergi untuk menghentikan mereka,” kata seorang wanita setempat yang berbicara dengan syarat anonim, dilaporkan Al Arabiya, Selasa (30/5/2023).
“Masjid adalah rumah bagi umat Islam seperti kami. Jika mereka mencoba merobohkannya, kami pasti tidak akan membiarkan mereka. Bangunan hanyalah bangunan, tidak membahayakan orang atau masyarakat. Mengapa mereka harus menghancurkannya?,” ujar wanita itu.
Baca Juga: Cina Akan Kirim Pangan dan Vaksin Covid-19 Senilai 31 Juta Dollar ke Taliban
Polisi telah melakukan penangkapan dalam jumlah yang tidak ditentukan atas insiden tersebut. Ratusan petugas tetap berada di kota tersebut pada Senin (29/5/2023).
Orang-orang di daerah sekitar masjid telah berjuang dengan pemadaman internet dan masalah konektivitas lainnya sejak bentrokan. Sebuah pemberitahuan yang dikeluarkan oleh pemerintah Tonghai,yang mengelola Nagu, pada Ahad (28/5/2023) mengatakan, mereka telah membuka penyelidikan atas kasus yang sangat mengganggu manajemen dan ketertiban sosial.
Pemberitahuan tersebut memerintahkan mereka yang terlibat untuk segera menghentikan semua tindakan ilegal dan kriminal. Mereka berjanji untuk menghukum berat siapa pun yang menolak untuk menyerahkan diri. Mereka yang secara sukarela menyerah sebelum 6 Juni akan diperlakukan dengan keringanan.(republika/hm17).