11.8 C
New York
Thursday, April 25, 2024

3 Tahun Kematian Ayi Irmawan Tak Tuntas, Keluarga Geruduk Polrestabes Medan

Medan, MISTAR.ID

Keluarga almarhum Ayi Irmawan yang berasal dari Labuhan Batu Utara (Labura) bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumut menggelar aksi di depan Polrestabes Medan Jalan HM Said, Kamis (18/8/22).

Aksi yang dilakukan keluarga dengan menutup mulut dan mata dengan lakban itu dilakukan terkait lambatnya proses penegakan hukum dan tidak kooperatifnya penyidik dalam menyelesaikan kematian Ayi Irmawan, mahasiswa Tri Guna Dharma Padang Bulan yang diduga meninggal tidak wajar, namun hingga kini tak kunjung ada penyelesaian.

Irma Liana ibu kandung Ayi Irmawan mengatakan, kematian anaknya telah berjalan selama 3 tahun, tapi belum ada penyelesaian yang jelas. Dia bersama keluarga yang lain juga sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong kasus ini, tetapi tidak berjalan secara serius.

Baca juga: Terkait Kematian Dua Bocah, Polisi Iyakan Dugaan Motif Pembunuhan Karena Minta Uang untuk Beli Jajanan Es 

“Tidak ada kejelasan sampai sekarang,” katanya.

Irma mengatakan, kasus itu telah diadukan ke Kontras Sumut pada 14 Juni 2022, terkait mandeknya proses hukum atas kasus dugaan penganiayaan berat yang menyebabkan kematian anaknya Ayi Irmawan pada 2019 silam.

Irma menilai, kematian anaknya mengandung banyak skenario dan dia menduga hendak direkayasa menjadi korban Lakalantas. Penyidik, kata dia, bahkan sudah menggali kuburan anjing sebagai alasan anaknya mengalami kecelakaan motor.

“Padahal hingga sekarang tidak pernah ada bukti sepeda motor sebagai sebab anak saya meninggal menabrak anjing saat mengendarai sepeda motor,” ucapnya.

Irma mengenang, kematian anaknya bermula atas ajakan dari temannya terkait ada pertandingan tenis meja. Ayi yang merupakan altet tenis meja menerima ajakan itu. Pada 10 Maret 2019 tepat pukul 3 siang, Ayi menelepon Irma agar pukul 12 malam dipesankan travel.

“Katanya ia mau ke Medan untuk bertanding tenis meja di kampusnya pada tanggal 11 Maret 2019. Padahal pada saat itu kampus tengah libur dan setelah diselidiki bahwa tidak ada pertandingan tenis meja yang diselenggarakan oleh pihak kampus,” ungkapnya.

Baca juga: LBH Medan Minta Dugaan Oknum Polisi Terlibat Kematian Tahanan Diusut Tuntas

Sejak Ayi berangkat ke Medan, Irma yang memang terbiasa menelepon anaknya pada saat itu kesulitan berkomunikasi dengan almarhum. Handphone Ayi berdering, tetapi tidak ada yang mengangkat dan dia terus berupaya menelepon.

“Namun saat itu ada salah satu temannya mengangkat kemudian dimatikan, saya telepon lagi diangkat dan dimatikan begitu seterusnya,” ucapnya.

Irma kembali mencoba menelepon dan teman anaknya bernama Aldi mengangkat. Dia lalu meminta alamat keberadaan anaknya saat itu, hingga akhirnya Irma menjemput anaknya dalam keadaan kritis di sebuah rumah kos di daerah Medan Johor.

“Badannya penuh luka di tangan, dada, muka dan kepala. Sempat dibawa dan dirawat di RS Royal Prima, namun hanya berselang satu hari pada 12 Maret 2019 malam, anak saya dinyatakan meninggal,” katanya.

Irma mengatakan, kematian putranya sangat tidak wajar. Oleh sebab itu, dia melaporkan kasus tersebut ke Polrestabes Medan pada 27 Maret 2019 berdasarkan No: STTPL/290/III/SPKT Restabes Medan.

Baca juga: Ikut Terseret dalam Kasus Kematian Brigadir J, Fahmi Alamsyah Mundur dari Penasihat Kapolri

“Sejak 2019 saya sudah mencari keadilan atas kasus meninggalnya anak saya, tapi hingga sekarang belum ada tanda-tanda proses hukum di Polrestabes Medan, perkara itu akan selesai,” ucapnya.

Irma menyebutkan, terkait laporan itu dirinya sudah dipanggil bersama saksi-saksi lain. Bahkan, kuburan korban juga telah dilakukan ekshumasi tetapi pihak kepolisian belum juga menetapkan tersangka atas perkara tersebut.

Bukan Kematian Biasa

Rifky Ananda Staf Advokasi Kontras Sumut menilai kasus ini bukan kematian biasa. Menurutnya, ada kejanggalan atas kematian korban dan mereka menduga bahwa korban Ayi Irmawan telah dianiaya hingga sakit dan meninggal.

“Upaya proses hukum kasus ini tidak mencapai titik terang, karena dugaan adanya intervensi dari para terduga pelaku,” sebutnya.

Rifky mengatakan, Irma menduga ada salah seorang terduga pelaku yang saat ini sudah menjadi polisi. Selain itu, ia juga diduga memilki backing yang kuat di belakangnya, sehingga diduga proses hukum menjadi kabur selama ini. Lamanya proses penegakan hukum oleh penyidik, kata Rifky, diduga ada permasalahan administrasi.

Baca juga:

“Patut diduga ada persoalan administrasi dalam perkara ini, mengingat proses hukum yang sudah berjalan tiga tahun tetapi tidak ada tanda-tanda penyelesaian. Penyidik sebelumnya juga sudah dilaporkan ke Propam Polda Sumut dan dinyatakan bersalah secara etik karena dianggap bekerja tidak profesional,” tegasnya.

Rifky menilai, larutnya situasi penegakan hukum atas kasus ini membuat rasa kepastian hukum dan keadilan keluarga korban ‘digantung’ begitu saja oleh Polrestabes Medan. Dia mengingatkan Polrestabes Medan bersikap profesional dan kooperatif kepada keluarga korban.

“Masyarakat bergantung kepada kepolisian untuk mencari keadilan. Citra kepolisian akan semakin baik jika masyarakat dilayani dengan bagus,” pesannya. Rifky juga mengatakan, sebelumnya pihaknya telah membuat pengaduan tertulis ke Polrestabes Medan dan Bareskrim Polri. “Jika perlu, kami akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk bisa mendorong kembali penyelesaian kasus ini,” tegasnya. (ial/hm09)

Related Articles

Latest Articles