10.1 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Harga CPO Melejit Hingga 20%

Jakarta, MISTAR.ID

Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) kembali melesat di pekan ini. Dengan demikian, harga minyak nabati ini sudah naik dalam 3 pekan beruntun.
Melansir data Refinitiv, harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia untuk kontrak 2 bulan ke depan melesat lebih dari 7% ke MYR 4.052/ton. Dalam 3 pekan total penguatannya nyaris 20%.

Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi di Indonesia dan Malaysia membatasi produksi dan mengganggu logistik. Hal tersebut memicu kekhawatiran pada produksi CPO yang berasal dari kedua produsen utama dunia mengalami penurunan.

Ketika produksi turun dan permintaan tetap, maka harga tentunya akan mengalami kenaikan.

Meski demikian, permintaan yang berisiko menurun akan membatasi kenaikan harga CPO. Tanda-tandanya terlihat dari ekspor Malaysia yang diperkirakan mengalami penurunan sekitar 4,3% – 8,4% pada periode 1 – 20 Oktober, dari periode yang sama bulan sebelumnya, berdasarkan survei dari 2 perusahaan kargo.

Baca juga:Demo Tolak Sawit, PTPN IV Sidamanik Benturkan Karyawan dengan Masyarakat

China, yang merupakan salah satu konsumen terbesar CPO banyak yang memperkirakan akan mengalami tahun yang buruk.

Survei terbaru dari Reuters yang melibatkan 40 ekonom menunjukkan perekonomian China diperkirakan tumbuh 3,2% di 2022, jauh di bawah target pemerintah 5,5%.

Jika tidak memperhitungkan tahun 2020, ketika dunia dilanda pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), maka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tersebut menjadi yang terendah sejak 1976.

Pemerintah China di bawah komando Presiden Xi Jinping masih menerapkan kebijakan zero Covid-19, menjadi salah satu pemicu pelambatan ekonomi. Dengan kebijakan tersebut, ketika kasus Covid-19 mulai meningkat, maka karantina wilayah (lockdown) akan diterapkan.

Baca juga:Harga Pupuk Naik Imbas Harga Sawit yang Mahal

Alhasil, aktivitas ekonomi menjadi maju mundur. Hal ini diperparah dengan disrupsi energi dan pangan akibat perang Rusia – Ukraina serta pelambatan ekonomi global akibat kenaikan suku bunga yang agresif di berbagai negara guna meredam inflasi.

“Perekonomian sepertinya akan mengalami tekanan di kuartal IV, tetapi akan ada pemulihan di tahun depan. Meski demikian, masih akan sulit untuk melihat pemulihan yang kuat akibat permintaan demand global,” kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (14/10/22). (cnbc/hm06)

Related Articles

Latest Articles