10.7 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

BEI Sumut Ajak Milenial Investasi Saham untuk Masa Depan

Medan, MISTAR.ID

Berdasarkan survei dari GoBankingRates, generasi milenial jauh lebih boros ketimbang generasi lainnya. Dari survei tersebut, banyak individu yang menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang sifatnya tidak esensial, seperti ngopi, makan di luar, hiburan, pakaian, dan minuman.

Dikatakan Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumut, Muhammad Pintor Nasution berdasarkan kelompok usia, generasi milenial menghabiskan uang lebih banyak dibandingkan generasi lainnya secara keseluruhan, terutama untuk pakaian dan makan di luar.

Padahal, jika anak-anak muda ini mau menghilangkan kebiasaan membeli kopi setiap hari atau pengeluaran lainnya yang tidak perlu, mereka  dapat mengumpulkan uang lebih banyak dari waktu ke waktu. Apalagi, jika anak-anak dan pasangan muda mau menggunakan uang itu untuk berinvestasi.

Baca Juga: BI Dorong Realisasi Investasi Daerah Kabupaten/Kota di Sumut

“Nah, apa bedanya tabungan yang digunakan orang-orang tua masa lalu dengan investasi? Kalau dulu, bunga tabungan masih memadai untuk mengatasi kenaikan harga barang dan jasa yang tidak selaju saat ini. Sementara itu, bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan warga negara konsumen, tingkat inflasi kenaikan barang pada jangka panjang akan melampaui tingkat suku bunga jika menabung di bank saja,” katanya, Minggu (23/5/21).

Sambungnya, semakin maju sebuah negara, tingkat suku bunga akan mengecil. Selain itu, kenaikan pendapatan secara umum belum tentu dapat mengungguli kenaikan harga barang. Jadi, cara yang paling ideal untuk mempersiapkan kebutuhan di masa depan adalah dengan membagi porsi yang optimal dari dana yang disisihkan di luar kebutuhan pokok untuk berinvestasi.

Baca Juga: Ini Bahaya Soal Risiko Investasi di Mata Uang Kripto

“Jadi ingat, investasi selayaknya bukan ditujukan untuk jangka pendek. Bukan investasi sekarang dan nikmati hasilnya satu minggu, satu bulan, atau satu tahun, melainkan idealnya investasi dilakukan untuk kebutuhan sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh tahun ke depan. Nah, salah satu pilihan investasi jangka panjang yang memberi potensi return terbesar adalah dengan membeli saham di pasar modal,” terangnya.

Jika ada sekelompok investor yang berinvestasi dalam jangka pendek dengan memanfaatkan strategi teknikal dari kenaikan dan penurunan harga saham yang dinamis di BEI, hal ini lebih tepat disebut sebagai spekulasi dibandingkan investasi. Dibandingkan investasi yang memang fokus pada tujuan jangka panjang, para investor spekulan harus punya pengetahuan menganalisis fluktuasi saham dan siap untuk kehilangan dana investasinya sewaktu-waktu.

Baca Juga: Rp114,9 Triliun Kerugian Masyarakat Ditimbulkan Investasi Bodong 

“Sehingga, harus punya nyali yang kuat saat terombang-ambing oleh arus fluktuasi pasar.  Di sisi lain, investor jangka panjang bisa tetap tenang karena hasil yang diinginkannya bukan untuk waktu yang singkat. Coba kita bayangkan seandainya saat ini kita membeli satu saham perusahaan di BEI di saat harga saham sedang turun karena dampak pandemi yang belum berakhir. Harga saham yang sedang turun saat ini menjadikan momen ini waktu yang baik untuk memulai berinvestasi saham karena kita dapat menikmati potensi keuntungan di masa mendatang,” jelasnya.

Adapun salah satu keuntungan dari investasi saham adalah dari selisih harga jual dan beli yang disebut capital gain. Selain itu, ada pula keuntungan dalam bentuk dividen saham yang dibagikan tiap tahun oleh perusahaan kepada pemegang saham. Sehingga, jika kita membeli saham dengan harga rendah, akan semakin berpotensi memberi keuntungan besar dalam jangka panjang.

Baca Juga: BNI Siantar Bungkam Tentang Putusan PN Medan Atas Kasus Investasi Bodong Koperasi

“Dengan catatan, abaikan fluktuasi dalam jangka pendek jika kita meyakini kinerja perusahaan secara internal baik. Contoh saham PT Astra International Tbk (ASII). Seumpama kita membeli saham ASII pada bulan April 2004 atau 17 tahun lalu. Ketika itu, harga per lembar saham ASII terendah di harga Rp505. Pada bulan Juli 2010, harganya sudah di atas Rp5.000. Harga saham ASII terus naik hingga mencapai level di atas Rp9.000 per saham pada bulan April 2017. Sehingga, kenaikan saham sempat mencapai 1.600 persen,” terangnya.

Atau, jika pads bulan April 2004 menginvestasikan uang sebesar Rp10 juta dengan membeli saham ASII misalnya, maka uang tersebut akan bertambah menjadi Rp160 juta pada bulan April 2017.

“Luar biasa, kan? Jadi, kalau kita mau menyisihkan uang untuk menabung saham secara berkala pada perusahaan yang bagus secara fundamental, maka hasilnya dapat kita nikmati pada tahun 2045 saat merayakan HUT kemerdekaan RI satu abad, di mana kita dapat memanen potensi keuntungan yang relatif besar. Maka milenial harus bisa melihat peluang masa depan ini,” tutupnya.(anita/hm02)

 

Related Articles

Latest Articles