0.8 C
New York
Saturday, January 11, 2025

Pemanasan Global Tidak Merata di Dunia Karena Gangguan Pola Jetstream

New York, MISTAR.ID

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa pemanasan global tidak terjadi secara merata di seluruh dunia. Beberapa daerah mengalami kenaikan suhu yang jauh lebih ekstrem.

“Ini tentang tren ekstrem yang merupakan sebab akibat yang mungkin tidak sepenuhnya kita pahami,” ungkap Kai Kornhuber, penulis utama studi sekaligus ilmuwan di Observatorium Bumi Lamont-Doherty, Columbia Climate School, seperti dilansir dari Kumpara, Senin (2/12/24).

Fenomena ini terlihat jelas dari peristiwa gelombang panas ekstrem yang telah melanda berbagai belahan dunia.

Dilanjutkannya, pada 2021, Pasifik Barat Laut mengalami gelombang panas yang menewaskan ratusan orang.

Sementara itu, gelombang panas pada 2022 dan 2023 di Eropa menyebabkan puluhan ribu kematian.

Baca juga: Sumut Cuaca Ekstrem dan 20 Daerah Rawan Bencana, Ini Daftarnya

Jepang bahkan menetapkan cuaca panas pada 2018 sebagai bencana alam, sedangkan Afrika menghadapi suhu ekstrem hingga menyebabkan kebakaran di beberapa wilayah.

Di sisi lain, terdapat wilayah yang hanya mengalami peningkatan suhu yang kecil atau bahkan hampir tidak ada perubahan signifikan.

“Kami mengukur perubahan suhu ekstrem di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir, dan kami menemukan munculnya titik panas di mana suhu tertinggi menghangat secara signifikan lebih cepat daripada suhu sedang,” kata Kai, yang juga peneliti di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Faktor pemicu gelombang panas ekstrem

Para peneliti mengidentifikasi beberapa faktor penyebab gelombang panas ekstrem ini. Salah satunya adalah gangguan pola jetstream, yaitu aliran udara di atmosfer yang berfungsi mengatur cuaca global.

Gangguan ini menjadi pemicu kekeringan dan gelombang panas ekstrem seperti yang terjadi di Eropa pada 2018 dan Pasifik Barat Laut pada 2021.

“Peningkatan suhu selama beberapa dekade telah mengeringkan vegetasi, dan ketika dikombinasikan dengan anomali atmosfer, hal ini menciptakan kondisi iklim lokal yang kacau dan ekstrem,” jelas Samuel Bartusek, peneliti yang juga mempelajari gelombang panas pada 2021.

Studi ini memberikan peringatan serius bahwa manusia belum sepenuhnya siap menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin parah. Kornhuber menekankan bahwa gelombang panas ekstrem dapat membawa dampak yang sangat besar terhadap kesehatan, pertanian, vegetasi, hingga infrastruktur.

“Karena sifatnya yang belum pernah terjadi sebelumnya, gelombang panas ini biasanya dikaitkan dengan dampak kesehatan yang sangat parah, dan dapat menjadi bencana bagi pertanian, vegetasi, dan infrastruktur,” tegas Kornhuber. (kumparan/hm20)

Related Articles

Latest Articles