“Karena ini (AN) memiliki dampak besar bagi mereka yang diuji seperti sekolah dan pemerintah daerah. Itu kira-kira dampaknya sama dengan ujian nasional di masa lalu, sehingga menimbulkan manipulasi. Sekarang ini kalau untuk iklim belajar, anak-anak sudah dikumpulkan pokoknya jawab yang baik-baik saja,” jelasnya.
Doni juga menyebutkan bahwa perlu melakukan evaluasi untuk melihat apakah AN dilaksanakan secara jujur dan objektif serta tidak ada manipulasi. Jika dilakukan secara jujur, maka kemungkinan besar hasil AN bisa menjadi alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Karena sekolah bisa tahu di mana titik lemahnya.
“Melihat konstruk soal, item soal, di dalam AN, meskipun hasil AN itu objektif, rupanya pertanyaan-pertanyaan yang diberikan di dalam AN terutama terkait iklim belajar dan lain-lain itu tampaknya gagal memotret apa yang sesungguhnya terjadi di sekolah,” ungkapnya
Menurut Doni, pertanyaan-pertanyaannya seringkali tidak terkait langsung dengan fakta-fakta kondisi yang sungguh-sungguh terjadi.
Baca juga: Pengamat Pendidikan: Program Wajib Belajar 13 Tahun, Ide Bagus tapi Sulit
Sehingga, lanjutnya, ketika dalam satu sekolah terjadi kekerasan, perundungan dan lainnya, namun karena tidak dikaitkan dengan pertanyaan apa yang terjadi di sekolah, maka seolah-olah sekolah itu tidak ada kegiatan perundungan.
“Karena itu untuk menilai iklim sekolah seharusnya dilakukan refleksi internal dengan melihat apa yang terjadi. Lalu kemudian komunikasi dengan orang tua,” tukasnya.
Asesmen nasional yang dilakukan internal sekolah seperti pilihan ganda atau preferensi dengan skala likert, tidak akan mampu memotret apa yang terjadi di lingkungan pendidikan itu sendiri terutama yang sifatnya kualitatif.
Ia berharap, pemerintah konsisten terhadap apa yang menjadi amanat pasal 58 UU Sisdiknas.
“Maka harus ada evaluasi yang menguji kemampuan standar isi anak-anak Indonesia sesuai dengan kurikulum dan itu dilakukan oleh lembaga yang objektif dan ini untuk masing-masing maka ujian yang sifatnya nasional itu tetap diperlukan,” tutupnya. (susan/hm25)