Sebutnya, guru pada hakikatnya sebagai pendidik, ketika siswa salah atau menyimpang, maka harus dibenahi. Jika guru hanya diam, berarti hilanglah martabat guru sebagai pendidik.
Ia juga membuat perbandingan zaman dulu saat dimarahi guru, orang tua tidak akan membela anak. Jauh berbeda dengan saat ini, di mana guru tidak boleh memarahi apalagi memukul siswa.
“Padahal marah itu kan salah satu cara guru mendidik murid. Mungkin ketika murid melakukan kesalahan, agar dia ga mengulanginya lagi. Kalo orang tua di luar sana gak mau anaknya dimarahi, gak mau anaknya dididik, buat saja sekolah sendiri,” tegasnya.
Melalui hal ini, Irvan berharap agar orang tua semakin memahami bahwa tugas guru bukan hanya memberikan pelajaran, tetapi juga mengajarkan siswa tentang sopan santun dan mau menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan.
Baca juga: Pendisiplinan Siswa Menyesuaikan Zaman, Begini Tanggapan Guru
“Sedangkan orang tua kalau anaknya salah dimarahinya. Guru memarahi murid yang jelas salah, guru malah disudutkan bahkan sampai di penjara, miris sih. Di sekolah itu tempatnya anak-anak mencari jati diri dan berkembang. Orang tua juga harus mendukung guru dengan kebijakannya. Sesungguhnya gak ada guru yang ingin menyakiti murid,” tutupnya.
Sementara, Guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Kota Medan, Sarmaida Sipahutar (27), mengaku tidak setuju dengan video parodi tersebut.
Ia mengatakan, sudah menjadi tugas seorang guru untuk mendidik dan mengajari siswa.
“Ada memang siswa, kita sampaikan dengan pelan, dia mau mengerti dan melaksanakan. Tapi ada juga yang harus ekstra mengajarinya. Memang mendidik gak perlu kekerasan, cuma kadang zaman sekarang ini agak kuat pun suara sudah dianggap kekerasan,” jelasnya.
Baca juga: Ribuan Guru dan Siswa Hadiri Temu Pendidik Nusantara XI
Sarmaida berharap agar pendidikan di Indonesia semakin membaik.
“Dan pemerintah juga semakin memperhatikan guru-guru baik di swasta maupun honorer di negeri kita,” lanjutnya. (susan/hm20)