17.7 C
New York
Monday, October 7, 2024

Korban Begal Tak Ditanggung BPJS, Pengamat: Perlu Pertimbangan

Medan, MISTAR.ID

Kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak mengcover biaya pengobatan bagi korban begal telah menimbulkan polemik di masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 52 Ayat (1) poin (r), pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, termasuk begal, tidak termasuk dalam manfaat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Hal ini memicu kekhawatiran dan kritik dari berbagai pihak, terutama mengingat tingginya angka kejahatan jalanan yang sering kali menimbulkan korban luka serius.

Pengamat Sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Agus Suriadi mengatakan, BPJS Kesehatan memiliki regulasi yang ketat terkait dengan jenis perawatan yang ditanggung. Jika korban begal tidak terdaftar sebagai peserta BPJS atau perawatan yang dibutuhkan tidak termasuk dalam cakupan, korban mungkin tidak mendapatkan perlindungan.

Baca juga:Ini Daftar Penyakit yang Tak Ditanggung BPJS Kesehatan, Pasien Harus Tahu

Lanjutnya, dalam beberapa kasus, rumah sakit (RS) mungkin beranggapan bahwa luka akibat tindakan kriminal tidak dianggap sebagai kondisi darurat yang ditanggung oleh BPJS.

“Terlepas dari semua itu seharusnya RS harus bersikap bijak walaupun beberapa RS mungkin memiliki kebijakan internal yang membatasi penerimaan pasien berdasarkan status kepesertaan BPJS, sehingga mengakibatkan korban begal tidak mendapatkan perawatan yang layak,” katanya kepada Mistar.id, Senin (7/10/24).

Dalam kasus ini, sambungnya, BPJS perlu mempertimbangkan untuk memperluas cakupan perlindungan bagi korban kejahatan, termasuk tindakan medis darurat untuk luka akibat begal.

BPJS juga disebut harus meningkatkan sosialisasi mengenai hak-hak pasien, termasuk prosedur yang harus diikuti oleh korban kejahatan untuk mendapatkan perawatan.

Baca juga:BPJS Tak Tanggung Biaya Korban Begal, Disarankan Berobat Pakai KTP

“Di samping itu BPJS dapat bekerja sama dengan rumah sakit untuk memastikan bahwa korban kejahatan mendapatkan perawatan yang diperlukan tanpa hambatan administratif,” lanjut dosen program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial USU ini.

Dr. Agus juga menegaskan bahwa BPJS harus mengambil langkah proaktif untuk memastikan bahwa korban begal mendapatkan perawatan yang layak. Termasuk memperbaiki regulasi, meningkatkan sosialisasi, dan menjalin kerjasama dengan penyedia layanan kesehatan.

Hal ini dikatakannya penting untuk melindungi hak-hak korban dan memastikan bahwa mereka tidak terabaikan dalam situasi darurat.

“Kata kuncinya ya ‘kedaruratan’. Seharusnya ini yang harus disikapi oleh BPJS dan RS. Dan kasus korban begal harus dilihat dalam konteks kedaruratan,” tutupnya. (susan/hm17)

Related Articles

Latest Articles