Medan, MISTAR.ID
Guru Besar Ilmu Gizi Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Dr Albiner Siagian menanggapi program makanan bergizi dalam mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045.
Prof Dr Albiner menyebut, salah satu hal yang harus mendapat perhatian serius dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 tersebut adalah pemenuhan kebutuhan gizi anak.
“Oleh karena itu, Program MB (makan bergizi) itu harus benar-benar mempertimbangkan aspek gizi agar selaras dengan programnya,” katanya saat dihubungi Mistar.id melalui pesan tertulis, pada Kamis (9/1/25).
Menurutnya, program MB ini baik dilakukan di tengah tingginya angka kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia, khususnya pada bayi di bawah lima tahun (balita) dan anak sekolah.
Baca juga: Wujudkan Indonesia Emas 2045, Pemko Siantar Dorong Gerakan Literasi
Albiner yang juga merupakan Rektor Institut Agama Kristen Negeri Tarutung ini menambahkan, aspek harga per porsi juga menjadi salah satu faktor penentu kualitas gizi makanan.
Akan tetapi, lanjutnya, pemilihan dan penentuan menu dapat dikombinasikan dengan harga untuk memperoleh makanan bergizi.
“Untuk diketahui, makanan bergizi tidak selalu harus mahal,” tegasnya.
Albiner menekankan, program ini haruslah dipandang sebagai upaya memenuhi kekurangan asupan gizi anak.
“Berbagai fakta ilmiah telah membuktikan bahwa pemberian makanan kepada anak sekolah (school feeding program) di berbagai negara efektif meningkatkan status gizi anak sekolah,” terangnya.
Baca juga: Indonesia Emas 2045, SDM Diharapkan Tak Hanya Punya Pengetahuan, Tapi…
Albiner juga menilai, program makanan bergizi bagi anak sekolah akan berdampak baik bagi tampilan anak di sekolah.
“Misalnya, konsentrasi belajar dan capaian akademiknya. Manfaat ikutannya, tentunya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia,” jelasnya.
Ia menekankan, yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana makanan bergizi itu benar-benar sampai ke mulut anak yang membutuhkan. Juga, higienitasnya yang harus dijaga dengan baik.
“Saya menghimbau agar kita, termasuk media, tidak menyebutnya sebagai Makan Bergizi Gratis, karena bagi masyarakat banyak makna konotasi gratis adalah kurang bermutu, bahkan murahan,” tutupnya. (susan/hm27)