8.4 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Kisahku Karena Luka Itu Masih Ada

Kisahku: Karena Luka Itu Masih Ada

Hidup adalah kepahitan yang tertoreh dalam luka. Terkadang, oleh karena cinta, kita mampu menghadirkan maaf. Tetapi, benci yang terlalu membunca, juga bisa menghilangkan rasa. Perselisihan yang tidak juga berkesudahan, ego yang ingin selalu menang, derita yang Ia toreh dengan sengaja. Dan memilih diam, bukan berarti semua telah selesai, justru api itu masih membara yang sulit untuk dipadamkan.

Berapa banyak kesalahan yg telah Ia toreh padaku, namun 1 kali aku melakukannya ia membenciku. Ia tidak tahu, berapa perih yg kupendam hidup bersamanya, dari satu wanita, dua, tiga… hingga tidak terhitung, dan aku muak. Karena puncak perselingkuhan itu justru pada sahabatku, Naila.

Dalam muakku aku diam. Namun lambat laun aku harus keluar dari belenggunya. Bukan lagi belenggu cinta, sebab kisah itu sudah tamat riwayatnya. Tapi ini soal ekonomi. Bagaimana bila aku berpisah darinya, bagaimana dgn anak- anak ? mereka juga butuh hidup, sekolah dan lainnya. Aku masih bertahan, karena setelah menikah dengannya, aku tak lagi berkarir.

Yah, akhirnya aku kembali bekerja. Pandangan sinisnya karena gajiku yang sedikit tak kuhiraukan. Sindiran pahitnya tentang ketidakmampuanku mengurus anak-anak tak aku peduli. Hmmm… aku punya rencana besar untuk meninggalkan dia.

Tapi ternyata, ia yang licik itu menjebakku. Saat aku berdua dengan rekan kerjaku di sebuah kamar hotel, ia membawa anakku untuk memergoki aku.

“Mama jahat,” ujar anak perempuanku yang saat itu tengah beranjak dewasa, ia menangis dan terisak. Aku terdiam, tak bisa berkata apa apa. Kalimat itu mengiang terus menerus di telingaku. Dan benar, ia menggunakan cara liciknya agar anak anak ikut bersamanya setelah kami berpisah. Dia tahu betul, hidupku akan hancur tanpa anak-anak. Yah, hidupku memang hancur. Tapi tidak berkeping keping meskipun kedua anakku ikut bersamanya.

Suatu hari, anak laki-laki ku datang. Dia lah, yg memberiku semangat baru. Dia genggam erat tanganku, kehangatannya mengalir ke seluruh tubuhku yang kerontang.
“Mama jangan bersedih, aku ikut papa bukan berarti karena aku membenci Mama. Aku hanya ingin menjaga adik. Percayalah, aku akan membawanya kepada Mama. Dan kita akan seperti dulu lagi.”

“Semua orang menilai Mama orang yang tidak benar…” ucapku perih. yah, Dia menyebarkan fitnah ke mana mana tentang alasannya menceraikan aku.
“Mama, Reza bukan anak kecil lagi.”
Tuhan, kau telah menggantikan seorang laki-laki yang bisa menjagaku.
Dan benar, Reza membawa adiknya ke rumahku. Rumah mungil yang aku sewa setela perpisahanku dengannya. Anak gadisku itu menangis sejadi jadinya. Ia malu, karena Papanya yang ia banggakan ternyata pria hidung belang, penjahat perempuan . Anakku menyaksikannya sendiri. Saat ia marah pada Papanya, sebuah tamparan keras justru mendarat di pipinya. Dan yang tak kalah menyakitkan, ucapnnya.
“Pergilah kau bersama lon… itu, yang sok suci.”

Waktu terus berlalu, ditengah kesabaran hidup dengan pas-pasan, tetapi aku tetap bahagia bersama anak-anak. Aku pun tidak perduli dengannya. Tentang kelakuannya yang terus memamerkan kemesraan dengan perempuan-perempuan lain, tak ada lagi rasa. Pun ketika ia dicampakan oleh perempuan-perempuan lain, saat ia sudah tumpur. Bahkan ketika ia sakit parah. Aku merasa, antara aku dan dia sudah end !

“Ma… Papa ingin kembali.” Ujar Reza anakku
Aku hanya menjawabnya dengan senyum.
“Kasihan Papa, Ma. Ia sudah bertaubat,” Nisa, gadisku ikut memohon.
Aku hanya menjawabnya dengan diam, tidak ada kata. Aku memaafkannya, bukan untuk kembali bersamanya.
Sampai akhirnya, dia pulang kampung ke rumah orang tuanya, saat sakit sekarat, aku belum ingin melihatnya. Biarlah semua hilang, seolah tak pernah ada. Sampai ia berpulang. Tuhan… Maafkan aku. Ampuni aku. (Ryz)

(seperti yang diceritakan sumber kepada mistar. Kirimkan kisah anda, ke WA:08126531616)

Related Articles

Latest Articles