Medan, MISTAR.ID
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut membeberkan, Youtuber Benni Eduwar Hasibuan terdakwa dalam dugaan kasus ITE, mengalami dugaan kekerasan dan pemerasan di Rutan Polrestabes Medan.
“Benni diduga menjadi korban pemerasan senilai Rp1 juta. Hal itu sudah dilaporkan keluarga Benni ke Komnasham dan Ombudsman, bahkan Benni juga menyampaikannya kepada hakim. Aparat penegak hukum harusnya berlaku sama mengungkap ketidakadilan yang dialami Benni selama dalam tahanan,” ujar Ali, Senin (5/4/21).
Ali menambahkan, dari informasi yang diterima, KontraS Sumut mendapatkan sedikitnya ada 4 laporan lagi yang sudah siap menanti Benni. “Kita berkomunikasi dengan Benni, dia terancam diperkarakan lagi pasca keluar dari tahanan. Dia juga mengakui pernah diintrogasi polisi atas laporan berbeda. Bukan tidak mungkin, pasca vonis Benni justru kembali terjerat dalam kasus serupa,” beber Ali.
Mengenai hal tersebut, Ali menyinggung soal terbitnya Surat Telegram Kapolri bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tanggal 22 Februari 2021 tentang pedoman penanganan perkara tindak pidana kejahatan siber yang menggunakan UU ITE.
Baca Juga:KontraS Sumut: Pemidanaan Dua Youtuber Medan Membunuh Demokrasi
Kata Ali, Surat Telegram Kapolri itu berisi tentang pendekatan penyelesaian untuk persoalan pencemaran nama baik, fitnah atau penghinaan bisa diselesaikan dengan cara restorative justice.
“Kita mau lihat dan uji nih, apakah laporan-laporan polisi yang konon sudah menanti Benni ke depannya akan menggunakan pendekatan restorative justice, atau justru malah kembali dipidanakan seperti sebelumnya,” tegasnya.
Ali menilai, kasus ini menjadi preseden buruk dan membunuh demokrasi. Menurut dia, ke depan masyarakat akan takut mengkritik aparat negara. “Kebebasan berekspresi semakin terancam apabila aparat alergi dengan kritikan. Kami mengimbau kapada publik agar memberi perhatian penuh pada kasus ini,” sebutnya.
Ali kemudian berpandangan jerat hukum yang dialami dua youtuber Medan ini bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) dan dijamin dalam Pasal 28 F UUD 1945 dan hukum Internasional. Kata Ali, Pasal 19 ICCPR juga mengakui hak atas kebebasan mencari dan memberikan informasi, hanya saja negara kurang komitmen dengan prinsip HAM.
Baca Juga:Cemarkan Nama Baik Polisi, Dua Youtuber di Medan Dituntut 8 Bulan Penjara
Nano Eka Yudha selaku pengacara publik pada LBH Mata Pisau Keadilan yang juga penasehat hukum terdakwa menambahkan, pengertian dasar penghinaan dan pencemaran nama baik dalam UU ITE haruslah diuji dengan pengertian yang sama dengan Pasal 310 ayat (2) dan 311 KUHPidana.
Mencakup pula ketentuan pasal tersebut seperti unsur pidana, alasan pembenarnya, maupun doktrin-doktrin umum dalam penggunaannya serta jenis deliknya
sebagai delik aduan (klacht delict).
“Untuk itu, teks atau narasi dalam informasi elektronik sebagai perbuatan pidana harus memuat identitas siapa dihina/dicemarkan nama baiknya untuk menentukan siapa orang yang menjadi korban dan berhak untuk melakukan pengaduan,” katanya. Dijelaskan Nano, Johansen Ginting selaku pelapor tidak berhak mengajukan pengaduan.
“Di dalam rekaman video itu tidak ada menyebutkan nama Johansen Ginting, tapi hanya menyebutkan nomor plat kendaraan saja. Pemilik mobil bukan Johansen Ginting melainkan anaknya. Maka secara hukum dia bukan orang yang berhak untuk mengajukan pengaduan,” sebut Nano. Nano meyakini, kliennya tidak terbukti bersalah sebagaimana yang didakwakan oleh JPU.
“Berdasarkan analisis Yuridis yang kami lakukan, klien kami tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana melanggar Pasal 45 A ayat 2 dan ayat 3 UU ITE junto Pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946 sebagaimana dakwaan JPU. Kami mohon pada majelis hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan terdakwa Benni Eduwar HSB tidak bersalah dan membebaskan terdakwa dari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), serta memerintahkan JPU untuk mengeluarkan klien kami dari tahanan,” terangnya.
Baca Juga:Duh! Youtuber Jadi Korban Pemerasan di Tahanan, Istrinya Ngadu ke Ombudsman Sumut
Menurut Nano, apa yang dilakukan oleh kliennya sebagai wujud kepedulian kepada aparatur negara untuk menaati pajak. “Semestinya aparat negara tidak risih adanya kontrol dari masyarakat, hal ini tentu akan memperbaiki mutu dan pelayanan publik ke depannya. Lagi pula, klien kami sudah memperoleh izin dari Kanit I STNK Ditlantas Polda SU Ipda Nanang sebelum mengambil video,” ujarnya lagi.
Nano pun membeberkan, ternyata kliennya tidak pernah di BAP pada tingkat penyidikan di kepolisian Polrestabes Medan. “Klien kami tidak pernah di BAP pada tingkat penyidikan, dia hanya disuruh menandatangani BAP yang mirip dengan BAP temannya. Waktu itu kami belum menjadi kuasa hukum klien,” pungkasnya.
Diketahui, dua Youtuber Joniar M Nainggolan (terdakwa I), dan Benni Eduward Hasibuan (terdakwa II) kini tengah dihadapkan dengan sidang putusan atas dugaan UU ITE.
Kasus ini berawal pada 11 Agustus 2020 lalu, saat Benni dan Joniar mendapatkan informasi terkait adanya informasi dugaan kendaraan plat bodong dan menunggak pajak yang terparkir di areal parkiran Kantor Samsat Putri Hijau Medan.
Baca Juga:Sembarangan Unggah Video, 2 Youtuber di Medan Terancam 6 Tahun Penjara
Keduanya turun ke lokasi dan mengecek beberapa kenderaan dengan cara mengakses website e-samsat BPPRD Provinsi Sumatera Utara, lalu mengetik *368*117# Telkomsel sambil live streaming di akun Youtube Joniar News Pekan.
Tak lama kemudian, seorang anggota Polri melaporkan mereka ke Polrestabes Medan dengan tuduhan menyebarkan hoax. Polisi itu merasa keberatan karena di dalam video menyinggung salah satu mobil disebutkan nunggak pajak senilai Rp3,7 juta.
Ternyata, mobil itu milik anak pelapor, dan menurutnya dia selalu taat membayar pajak kendaraan anaknya itu. Sementara, Benni mengatakan pelapor baru membayar pajak satu jam setelah ia melakukan live streaming.(ial/hm10)