17.2 C
New York
Sunday, September 29, 2024

Babi Berdaulat Dalam Hidup Orang Batak

Medan | MISTAR.ID – Ribuan warga yang terdiri dari pecinta daging babi, peternak, pengusaha rumah makan, penjual daging dan penjual pakan ternak babi, berkumpul di Wisma Mahinna, Jalan Rela, Medan, Selasa (21/1) petang. Mereka berkumpul untuk memulai satu gerakan bertajuk #SaveBabi.

Gerakan ini digelar sebagai bentuk protes terhadap rencana Pemprov Sumut, yang berencana memusnahkan seluruh babi di Sumut, sebagai buntut merebaknya demam babi afrika (african swine fever/ASF).

Ketua gerakan ini, Boasa Simanjuntak mengungkapkan, masyarakat Batak dan pecinta babi di Sumut dengan tegas menolak rencana itu. Sebab, hewan babi memiliki kedaulatan tersendiri dalam hidup orang Batak, terutama dalam urusan adat. “Dalam urusan adat, babi tidak bisa digantikan dengan hewan lain. Ini bukan perkara main-main,” katanya.

Dalam urusan adat Batak, saking sakralnya ternak babi, bisa terjadi pertengkaran antar keluarga jika ada satu pihak yang tak mendapat bagian dari ekor babi. Itu baru bagian ekor, belum lagi dengan urusan lain yang lebih esensial.

Mereka menyayangkan sikap plin plan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi yang sebelumnya mengatakan akan memusnahkan babi di Sumut. Beberapa hari kemudian, gubernur melalui Kepala Dinas Ketahaan Pangan dan Peternakan justru membantah pernyataan itu.

Pemerintah juga dinilai lalai dalam penetapan status penyakit yang menyebabkan kematian puluhan ribu babi di Sumut. Sebelumnya, pemerintah yakin bahwa kematian babi disebabkan virus kolera babi, menyusul kemudian disebabkan oleh ASF.

“Ini menandakan kalau pemerintah sepele. Tidak melalui penelitian yang mendalam. Masyarakat yang jadi bingung,” katanya.

Pemerintah bertanggungjawab untuk meneliti dan menegaskan penyakit apa yang sebenarnya menjangkiti babi di Sumut. Selanjutnya, baru ditentukan penanganan yang tepat.

Mereka juga menduga ada konspirasi tingkat tinggi dalam kasus ini. Beberapa indikator terungkap. Mulanya soal wacana wisata halal di kawasan Danau Toba yang kemudian dibantah gubernur. Kemudian disusul dengan wacana pemusnahan babi, dan terakhir mereka memperoleh informasi bahwa peternakan babi akan dikonsentrasikan di Nias.

“Selain itu, agak aneh juga kenapa babi yang terserang ASF hanya di Sumut. Di daerah lain tidak,” tambahnya.
Kematian puluhan ribu babi di Sumut ini sudah membawa dampak buruk terhadap perekonomian warga. Dalam pertemuan itu, banyak warga atau peternak yang mengeluh karena babi mereka habis. Padahal beternak babi merupakan sumber penghasilan utama mereka.

Rencana mereka, pada 3 Februari mendatang akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut. Rencana ini sudah dimatangkan, tinggal eksekusi. Tuntutan utama mereka adalah mendesak pemerintah segera mencari solusi terbaik dalam mengatasi masalah ASF, selain pemusnahan.

Selain menggelar aksi damai, tim pengacara juga telah dibentuk. Tim ini yang nanti akan menjalankan upaya hukum melalui class action. Jalur hukum ini ditempuh untuk meminta ganti rugi terhadap babi-babi yang sudah mati.

“Kita tidak bisa tinggal diam. Babi-babi yang sudah mati itu harus ada ganti ruginya. Pemerintah jangan hanya menyuruh kami menguburkan babi, tetapi harus ada gantinya. Entah itu bibit,” tambah Sekretaris Panitia, Hasudungan Siahaan.

Dalam gerakan ini, seluruh pemerhati babi dilibatkan. Akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat Batak juga banyak terlibat. Mereka mengkritisi langkah pemerintah dari segala sisi, kemudian menarik kesimpulan bahwa sejauh ini pemerintah gagal dalam menangani masalah kematian babi di Sumut.

Reporter: Daniel Pekuwali
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles