Pematangsiantar, MISTAR.ID
Sekelompok mahasiswa di salah satu Universitas di Kota Pematangsiantar yang berkumpul, membentuk bulatan di bawah pohon rindang, membahas perpolitikan jelang Pilkada Serentak 24 November 2024 mendatang.
Roy, salah seorang mahasiswa tersebut menilai kontestan Pilkada merupakan agenda negara yang sangat penting untuk menyukseskan pesta demokrasi. Pemilihan di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) menentukan nasib rakyat 5 tahun ke depannya. Namun, keputusan untuk memilih pemimpin, belakangan ini telah dipengaruhi banyak faktor, salah satunya faktor ekonomi.
“Apa bisa politik di konteks Pilkada terpisah dengan politik uang?” sebut mahasiswa semester 7 itu sembari menyinggung penyebaran rupiah pastinya melukai prinsip-prinsip demokrasi. Di mana, sarat kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu ‘dititipkan’ untuk mencapai puncak tujuan politik. Belum lagi soal dorongan dari keluarga terdekat.
Baca juga:Demi Kemajuan Batu Bara, Masyarakat Diharapkan Memilih Paslon yang Baik
“Melihat dari satu sisi, keluarga sendiri terkadang yang nyuruh. Pilih nomor urut ini ya, sudah kupegang (kartu namanya),” ucap Roy menirukan perintah sang ibu.
“Tapi terkadang senyum juga. Disampaikan di awal ada di balik kartu namanya amplop, tetap juga kena pajak alias dipotong,” tambahnya seraya terbahak-bahak.
Dia berharap serta bermimpi, pemilihan pasangan calon (paslon) tanpa kecurangan adalah cita-cita yang harus digapai semua pihak. “Sebesar itukah risiko penolakan yang datang?” pungkasnya.
Baca juga:KPU Pematangsiantar Buka Posko Pindah Memilih, Cek Syaratnya!
Sependapat dengan itu, Latersia menyebut politik uang dapat merusak Pilkada yang bersih, adil, dan jujur yang sering digaungkan negara. Praktik itu tentunya tidak menutup kemungkinan kontestan ‘menggarap’ sokongan finansial dari beberapa orang miliarder.
“Kalau kita baca dari media-media, daftar pemilih tetap di Kota Pematangsiantar mencapai 202 ribu orang lebih. Empat paslon yang bertarung saat ini loh,” ungkapnya.
“Yang paling sering sampai pada paling bawah, yakni masyarakat mengetahui (ada) jual beli suara. Tapi bagaimana menolak halusnya jika uang kontan sudah di depan mata. Lah, bukan kita sering dengar dari masyarakat itu sendiri dengan kalimat ‘cairnya’?” katanya menambahkan.
Baca juga:Bawaslu Tapteng: Paslon Bisa Didiskualifikasi Bila Terbukti Kerahkan Kades
Kemudian Jun Manik, mahasiswa lainnya menimpali hal itu. Dia berprinsip teguh dengan paslon jagoannya. Dia mengulik visi-misi satu persatu kontestan ketimbang menerima iming-iming berbentuk uang. Politik uang, dia bilang, adalah salah satu bentuk penipuan.
“Gengsi kita, seorang yang memiliki hak pilih dipertaruhkan kembali kali ini. Jadilah pemilih cerdas dengan mengedepankan harapan bersama, bahwa Kota Pematangsiantar kita ini semakin maju,” ajaknya.
“Tapi menurutku pemerintah-pemerintahan yang sekarang ini mulai tampak pembangunan-pembangunan. Tapi memang masih perlu penambahan-penambahan lainnya di kepemimpinan berikutnya,” papar Jun.
“Kita bayangkan saja, hanya karena uang yang bisa dibilang (tidak berjumlah besar) menentukan masa depan masyarakat selama 5 tahun ke depan. Artinya kita dalam masalah di situ,” kata mereka kompak mengakhiri. (jonatan/hm17)