Medan, MISTAR.ID
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2024 yang mengatur tentang profesi, karir, dan penghasilan dosen.
Ada beberapa catatan penting yang dibahas saat rapat sosialisasi pada 9 September 2024 terkait aturan baru sebagaimana tertuang dalam Permendikbud Ristek, salah satunya mengenai gelar guru besar.
Mulai 1 Januari 2025 gelar guru besar akan diberikan oleh perguruan tinggi dan bukan lagi oleh negara.
Baca juga: Fenomena Doom Spending Mewabah di Kalangan Gen-Z
Menanggapi hal ini, Guru Besar Bidang Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengatakan bahwa hal ini tentu memiliki dampak baik maupun tidak baik.
“Kalau yang baiknya saya pikir jadi jauh lebih mudah karena di dalam Universitas sendiri, Universitas lah yang tahu mana yang pantas atau tidak pantas dosen-dosen yang mereka miliki untuk bisa menjadi guru besar,” katanya kepada Mistar.id, Senin (30/9/24).
Namun, sambung dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU ini, aturan baru ini juga dapat menimbulkan terjadinya permainan antara dosen yang memiliki kedekatan, karena berada dalam lingkup yang sama.
“Lalu, kalau ada dosen-dosen yang selama ini vokal, menentang, menegakkan aturan yang benar. Mungkin bertentangan dengan pimpinan Universitas yang tidak menyenangi seperti itu, ya akhirnya nggak bisa diajukan (jadi guru besar),” lanjutnya.
Baca juga: Fispra UDA Sosialisasi Pemanfaatan Teknologi Digital Pertanian kepada Kelompok Tani
Menurut Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, akan ada banyak untung rugi dalam penerapan aturan baru tersebut. Namun, hal ini menunjukkan bahwa Kementerian selalu melakukan evaluasi dari waktu ke waktu.
“Saya pikir ya harus duduk sama lah ya, dibincangkan antara Kementerian dengan seluruh Universitas supaya diperoleh aturan yang jelas, aturan yang memudahkan, juga menjamin kualitas daripada seorang guru besar,” tutupnya. (susan/hm25)
