21.9 C
New York
Friday, September 27, 2024

DPR: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tak Pedulikan Nasib Petani dan Buruh

Jakarta, MISTAR.ID

Anggota DPR RI mengkritisi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 perihal pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik.

Keputusan yang memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek inisiatif Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin itu merupakan hal yang paling dikritisi, menimbang besarnya potensi kehancuran terhadap perekonomian negara dan masyarakat luas.

Anggota Komisi XI Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun mengkritisi bagaimana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek ini masuk pertimbangan dalam amanat RPMK. Kata dia, begitu jelas jika kebijakan dimaksud sudah melalaikan kepentingan petani, pekerja atau buruh, dan pedagang yang menggantungkan diri pada industri hasil tembakau.

Baca juga:Gelombang PHK Mengancam Jika Kemasan Rokok Polos Diberlakukan

“Efek ekonomi yang signifikan ini justru merupakan sesuatu yang luput untuk dilihat oleh para pemangku kebijakan, sehingga saya melihat ini adalah pendekatan yang tak seimbang,” paparnya, pada Kamis (26/9/24).

Misbakhun menyoroti penggodokan kebijakan yang terjadi. Dia menilai hal ini menjadi dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah kesepakatan segelintir negara-negara sebagai bentuk pengendalian tembakau.

Politisi Golkar ini mempertanyakan dasar dari pembentukan kebijakan yang banyak menuai pro kontra itu. Seharusnya Indonesia merupakan negara penghasil tembakau, lain dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang menerapkan kebijakan FCTC.

“Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan mempunyai dasar untuk berani bersikap mengedepankan dan melindungi petani, pedagang, segala macam roda ekonomi yang berjalan dan menggantungkan diri pada industri tembakau,” tukasnya.

Baca juga:Penerapan Kemasan Rokok Polos Berpotensi Ekonomi Indonesia Kehilangan Rp308 Triliun

Nurhadi selaku Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem mengingatkan Menkes supaya mempertimbangkan efek sosial dari kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK. Khususnya di tengah situasi ekonomi nasional saat ini yang tengah tidak baik-baik saja.

“Jika RPMK itu tak dikoreksi atau dievaluasi, maka selain akan membuat kegaduhan di dalam negeri, tentu juga bakal berpotensi sekitar 6 juta pekerja tereduksi dan menambah rentetan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” tukasnya.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, menekankan pentingnya mempertahankan industri tembakau menjadi bagian dari jatidiri nasional. Willy mengatakan industri tembakau melibatkan sejumlah sektor, dari petani hingga industri ritel.

Menurutnya, suatu kebijakan harus mempertimbangkan seluruh pihak dalam ekosistem ini dan butuh diambil dengan pendekatan partisipatif. “Kita perlu solusi triple win, di mana semua pihak diuntungkan,” katanya.

Baca juga:Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek Banyak Diprotes

Dia juga menyoroti ketidakadilan yang dialami industri tembakau menyangkut pajak. Penilaiannya, larangan merokok di sejumlah lokasi tidak mempertimbangkan kepentingan produsen dan konsumen tembakau sebagai salah satu penyumbang pajak terbesar.

Related Articles

Latest Articles