21.4 C
New York
Friday, September 27, 2024

Fenomena Doom Spending Mewabah di Kalangan Gen-Z

Jakarta, MISTAR.ID

Doom spending sedang menjadi tren di kalangan milenial dan generasi Z. Perlu diketahui doom spending adalah tindakan belanja tanpa berpikir, sebagai reaksi terhadap stres ekonomi.

Fenomena ini muncul akibat ketidakpastian masa depan dan kondisi ekonomi yang terus memburuk. Menurut Profesor Kebijakan dan Manajemen Kesehatan di City University of New York, Bruce Y. Lee mengatakan bahwa doom spending terjadi ketika seseorang merasa tertekan oleh situasi seperti krisis politik dan perubahan iklim, yang kemudian mendorong mereka untuk menghabiskan uang sebagai pelarian dari kekhawatiran tersebut.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, namun juga di negara lain seperti Kolombia. Seorang warga Kolombia, Stefania Troncoso Fernández mengakui bahwa tingginya inflasi dan ketidakpastian politik membuatnya kesulitan untuk menyisihkan uang, meskipun ia telah pulih dari kebiasaan belanja berlebihan.

Sebuah survei yang dilakukan oleh International Your Money CNBC menemukan bahwa hanya 36,5% orang dewasa merasa kondisi finansial mereka lebih baik dibandingkan orang tua mereka.

Baca juga: Tips Bagi Gen Z Memanfaatkan Bonus Demografi

Sedangkan 42,8% lainnya mengaku bahwa finansial mereka lebih buruk daripada generasi sebelumnya.

Menurut dosen senior di King’s Business School, Ylva Baeckström menyebutkan jika generasi saat ini berpotensi menjadi yang pertama menjadi lebih miskin secara finansial daripada orang tua mereka.

“Akibatnya, doom spending menciptakan ilusi kendali dalam dunia yang terasa tidak stabil. Namun, kebiasaan ini justru memperburuk situasi finansial seseorang, mengorbankan potensi investasi masa depan, seperti pembelian rumah,” jelasnya, seperti dilansir dari detik.

Cara Mengatasi Doom Spending

Untuk mengatasi perilaku doom spending, penting untuk memahami hubungan emosional seseorang dengan uang. Baeckström menyarankan agar orang-orang mulai mengenali pola perilaku finansial mereka sejak masa kanak-kanak, yang dipengaruhi oleh latar belakang keluarga.

Pendiri platform wealth-building Belong, Samantha Rosenberg menambahkan bahwa belanja daring memperburuk pengeluaran impulsif. Untuk mencegah perilaku ini, dia merekomendasikan untuk membuat proses belanja lebih nyata dan sulit, seperti memilih toko, melihat produk secara langsung, dan harus mengantre untuk membeli barang.

Baca juga: BPS Laporkan Jumlah Gen Z Indonesia Tak Bekerja dan Tidak Sekolah

Rosenberg juga menyarankan untuk kembali menggunakan uang tunai, karena metode pembayaran digital seperti Apple Pay memudahkan pembelian impulsif. Dengan menggunakan uang tunai, proses transaksi akan terasa lebih ‘nyata’, sehingga mengurangi dorongan untuk berbelanja tanpa pertimbangan yang matang.

Mengatasi doom spending memerlukan perubahan pola pikir dan pengendalian diri yang kuat. Dengan mengurangi kemudahan akses dalam belanja, diharapkan tren ini bisa diminimalkan, terutama di tengah tekanan ekonomi yang semakin besar. (detik/hm20)

Related Articles

Latest Articles