16.7 C
New York
Monday, September 23, 2024

Pungli di Pelayanan Publik, Pengamat: Harus Buat Sistem

Medan, MISTAR.ID

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas praktik pungutan liar (pungli) di semua sektor pelayanan publik. Salah satunya dengan membentuk Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).

Namun, hal ini bukan lah persoalan yang mudah, sebab di lapangan masih ditemukan praktik pungli, salah satunya seperti yang terjadi di Taman Budaya Medan (TBM) beberapa waktu yang lalu.

Pengamat kebijakan publik, Prof Marlan Hutahaean berpandangan, jika ingin memberantas pungli harus dibuat sistemnya terlebih dahulu.

“Pertama, memang harus dibuat sistem. Kalau dari sisi akademik, ada dua pendekatan, yakni pendekatan sistem dan pendekatan orang atau individu. Kalau tujuan organisasi mau tercapai dengan baik, sistem yang dibangun,” ujarnya, Senin (23/9/24).

Karena menurutnya, hasil penelitian sudah menyebutkan bahwa 85 persen keberhasilan pencapaian tujuan organisasi itu karena sistem, sistem yang dibangun. Hanya 15 persen disebabkan oleh individu atau adanya orang yang didudukkan.

Baca juga: Dugaan Pungli Oknum KPU Sergai, Massa Geruduk Kantor KPU Sumut

“Ketika sistem sudah dibangun, maka siapapun orangnya yang menjabat, akan mengikuti sistem. Kalau dia mau mengubah sistem, dia akan bangun waktu lagi,” sebutnya.

Guru Besar Universitas HKBP Nommensen (UHN) ini menjelaskan, bahwa sistem yang dimaksud adalah sistem untuk aplikasi publik, aplikasi yang bisa melaporkan kepada pemerintah daerah, seperti aplikasi E-Government.

Kalau di pusat ada namanya Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (Lapor). Ia dan tim pernah melakukan riset pada tahun 2022 di bulan September, kemudian publish di Jurnal Scopus Q1 pada Februari tahun 2023.

“Kita waktu itu meneliti tentang bagaimana kaitan antara sosial media dan  good governance di dalam meningkatkan kepercayaan publik yang kemudian memberikan implikasi kepada pengguna E-Government,” sebutnya.

Kaprodi Magister Ilmu Administrasi UHN ini menilai, ada dua hal yang dapat mempengaruhi kepercayaan publik, yaitu sosial media dan good governance. Sosial media yang dimaksud adalah bahwa ada tiga sub kategori yang dilihat, yaitu mudah digunakan, memberikan manfaat, dan tidak berbelit-belit.

Baca juga: Dugaan Pungli, Disdik Deli Serdang akan Panggil Korwilcam Lubuk Pakam

“Dalam arti begini, misalnya pemerintah membuat E-Gov dalam bentuk sosial media, tetapi cara masuknya susah, harus ini harus itu. Kemudian kalau ada memberi manfaat, baru kita bandingkan lagi dengan good governance. Waktu itu kita ambil tiga prinsipnya, yakni transparansi, akuntabiliti, dan responsiveness,” jelasnya.

Bagi Marlan, harus ada semacam kepastian. Kenapa misalnya kebanyakan sosial media pemerintah dan aplikasi-aplikasi pemerintah itu sedikit respon publik. Hal itu karena publik khawatir, kalau melaporkan sesuatu justru akan terjerat hukum. Tidak ada jaminan keamanan.

“Coba kita bandingkan dengan X (twitter), orang kan bisa bebas mengkritik dan ngomong apa saja di sana. Ketika misalnya publik menyampaikan informasi-informasi tentang masih adanya pungli di semua sektor, pemerintah harus cepat tanggap. Karena kalau tidak, masyarakat tidak akan percaya,” terangnya.

“Jadi pemerintah daerah manfaatkan itu sosial media sekarang. Buat sistemnya. Kemudian rekrut lah orang-orang yang tepat. Kita ubah jargon Sumut yang selama ini negatif, yaitu Semua Urusan Mesti Uang Tunai, menjadi Semua Urusan Mesti Tuntas,” pungkasnya. (maulana/hm20)

Related Articles

Latest Articles