17.1 C
New York
Friday, September 13, 2024

Ini Dampak Negatif Pupuk Kimia pada Hormon dan Kesehatan Pria

Medan, MISTAR.ID

Salah seorang pendiri koperasi tani dan peneliti pertanian, Ferdi Simatupang memberikan informasi tentang bahaya bahan kimia jika dijadikan pupuk dalam bertani. Ia mengungkapkan bahwa jika bahan makanan yang ditanam menggunakan pupuk yang mengandung bahan kimia akan meningkatkan feminisme bagi laki-laki.

“Kalau petani pakai pupuk berbahan kimia, tetap di jalur miskin. Petani kita tidak akan mandiri dan sukses karena pakai pupuk kimia. Dari hasil pupuk kimia dan pestisida jangan kaget kalau hormon feminin laki-laki meningkat. Jangan kaget hari ini banyak laki-laki agak kemayu,” katanya pada mistar.id, Jumat (13/9/24).

Lanjutnya, dia mengatakan hal ini terjadi karena para petani sering menyemprotkan hormon pada tumbuhan jika terlambat berkembang atau panen.

“Misalnya jagung terlambat panen biasanya petani akan menyemprotkan hormon, atau buah naga yang terlambat panen juga akan di semprot. Sedangkan hormon itu adalah feminim sehingga kehadiran pupuk kimia dan pestisida meningkatkan hormon feminin,” jelasnya.

Baca juga: Begini Cara Poktan Sauduran Toba Atasi Kelangkaan Pupuk Kimia

Selain hormon feminin yang meningkat, Ferdi juga mengatakan bahwa akan ada Genotoksisitas, dimana ini merupakan unsur kimia yang dapat mengubah DNA seseorang dan dapat menyebabkan penyakit.

“Contohnya ada Kanker, Neuropati (hilang rasa). Pada saat dia usia 50 tahun dia sudah merasakan Neuropati, dicubit pun dia tidak terasa, hal ini akibat kimia.

Sedangkan Miopati (sering kesemutan) dan banyak juga dari produk-produk luar negeri yang sudah dilarang di negaranya karena tidak bagus tapi laku di Indonesia,” ungkapnya.

Dicontohkannya lagi pada produk bayer yang sudah di pinalti Eropa sebanyak Rp23 triliun dan tidak boleh dipasarkan namun di Indonesia bisa di jual.

Baca juga: Petani Bakal Terima Pupuk Subsidi Secara Langsung Mulai 2026

“Untuk inilah saya mendirikan koperasi agar saya bisa mengajari petani untuk membuat pupuk organik dan dapat menghasilkan bahan pangan yang berkualitas seperti bawang, cabai, lainnya, sehingga petani bisa kaya,” tukasnya.

Sehingga dirinya berharap kedepannya pada generasi muda tertarik menjadi petani.

“Nah sekarang petani itu usia 47 tahun keatas, anak muda tidak mau jadi petani malah lebih tertarik pada ojol padahal itu pekerjaan non karir, alasan mereka tidak ingin menjadi petani karena berpikir petani miskin, sehingga di dunia pertanian saya memberikan pelajaran tentang efek membajak agar para petani dapat teredukasi,” tutupnya. (dinda/hm25)

Related Articles

Latest Articles