20.3 C
New York
Thursday, September 12, 2024

Peringati Tragedi 9/11, Pengamat: Prabowo Perlu Cermati Geopolitik Dunia

Medan, MISTAR.ID

Sudah 23 tahun tragedi 11 September terjadi, saat itu WTC dan Pentagon dihantam serangan oleh pihak yang diduga teroris.

Tragedi ini pula lah yang mendasari Amerika Serikat (AS) mengeluarkan kebijakan Global War on Terrorism, dengan menyerang Afghanistan pada tahun 2001 dan Irak pada 2003.
Implikasi perang global melawan terorisme ini terasa hingga ke Indonesia yang menjadi lahan operasi kelompok teroris.

Banyak sekali aksi teroris yang terjadi pasca deklarasi perang global AS tersebut, seperti Bom Bali I dan II, bom di kedutaan asing, termasuk Bom Thamrin.

Baca juga:Densus 88 Tangkap Dua Teroris Berafiliasi JAD dan ISIS

Pengamat politik, Boy Anugerah berpandangan bahwa terorisme di Indonesia tidak tumpas semuanya. Kelompok-kelompok yang terafiliasi ISIS, Al-Qaeda, JAD, dan JAT masih ada.

“Kelompok-kelompok ini menjadi sel tidur yang berupaya mengonsolidasikan kembali kekuatan mereka secara internal, mencari dukungan logistik dari luar, serta menyusun rencana serangan pada momen yang tepat,” ujarnya, pada Kamis (12/9/24).

Menurutnya, pemerintah melalui instansi terkait perlu mencermati dinamika ini secara saksama. Terlebih lagi komunitas intelijen yang menjadi lini pertama keamanan nasional.

“Akar terorisme sejatinya adalah kemiskinan dan ketidakadilan global. Jadi tidak betul bahwa terorisme adalah produk dari agama tertentu. Jika kita telusuri sejarah, aksi teror bisa dilakukan oleh agama manapun. Serangan Israel terhadap Gaza juga bisa disebut sebagai terorisme,” sebutnya.

Baca juga:Airsoft Gun dan Bahan Peledak Disita, Densus 88: Terduga Teroris Jakbar Berafiliasi Jaringan ISIS

Alumnus Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia (UI) ini menganggap bahwa kemiskinan, alienasi, dan ketidakadilan global sebagai akar terorisme.

“Alasannya sederhana, kelompok terorisme seperti Al-Qaeda, ISIS, Boko Haram, UTO, Abu Sayyaf, dan lainnya tumbuh di negara-negara miskin dan belum sejahtera,” jelasnya.

Kemudian sumber daya di negara-negara tersebut dikomodifikasi oleh negara lain. Bagi Boy, ini yang menjadi genealogis kelahiran kelompok-kelompok tersebut.

“Saya berharap banyak pada pemerintahan Prabowo Subianto. Penting bagi Prabowo untuk mengatensi dinamika global yang potensial memantik tumbuh suburnya terorisme di level nasional. Gejalanya sudah ada,” tambahnya.

Lebih lanjut Boy menerangkan, genosida Israel terhadap Palestina, naiknya Taliban di Afghanistan, hingga perang Rusia dan Ukraina adalah bentuk dinamika global.

Baca juga:Tersangka Teroris di Batu Malang Gunakan Bahan TATP

“Hal-hal tersebut jika tidak direspons melalui kebijakan diplomatik yang tepat, bisa memantik sentimen negatif di dalam negeri,” tegasnya.

Eks Analis Kerja Sama Luar Negeri Lemhannas RI ini juga menilai, di era Joko Widodo (Jokowi), terorisme cukup masif sebenarnya. Cuma ekspos media minim. Lebih banyak gaduh urusan perpanjangan kekuasaan.

Masif karena rakyat belum sejahtera. Target pertumbuhan ekonomi 7 persen gagal, banyak kasus rakyat versus negara seperti Wadas dan Rempang, dan lainnya.

“Ini jadi bahan bakar yang serius dan potensial untuk memunculkan kelompok teroris. Saya harap pemerintahan Prabowo ke depan lebih cermat dan memberikan atensi,” pungkas Boy. (maulana/hm16)

Related Articles

Latest Articles