8.5 C
New York
Friday, October 11, 2024

Siswa MTs Negeri 2 Kota Surabaya Temukan Alat Deteksi Disleksia Instan

Jakarta, MISTAR.ID

Dua siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Kota Surabaya, Fathi Zahiya dan Nur Maisyah Ilmira, telah menciptakan alat detektor dini disleksia yang memungkinkan deteksi kondisi tersebut secara instan. Penemuan ini mengeliminasi kebutuhan untuk serangkaian tes panjang dan melelahkan oleh psikolog.

Fathi dan Maisyah, yang kini menjadi finalis di ajang Madrasah Young Researcher Supercamp (MYRES) 2024 di Ternate, Maluku Utara (3-7 September 2024), telah mengembangkan perangkat ini melalui penelitian berjudul “Implementasi Metode Neural Network dan Elektroensefalografi pada Rancang Bangun Aplikasi Deteksi Disleksia Berbasis Mobile (DMD)”.

Disleksia adalah kondisi yang ditandai dengan kesulitan memahami dan memproses tulisan serta pembacaan. Data dari Dyslexia Center Indonesia (2019) menunjukkan prevalensi disleksia mencapai 10% di Indonesia.

Menurut Vira Wardati, guru pembimbing, biasanya terdapat 2-3 anak di setiap kelas berisi 30 anak yang menderita disleksia namun tidak terdeteksi. “Anak disleksia sering menunjukkan keterlambatan bicara pada usia dini dan kesulitan belajar menulis saat usia sekolah,” jelas Wardati, seperti dikutip dari laman Kemenag, Jumat (6/9/24).

Baca Juga : Ikuti Kompetisi Sains Madrasah, Peserta Mulai Siswa Kelas 4

Fathi Zahiya menambahkan, otak manusia menghasilkan berbagai gelombang, termasuk alfa, beta, delta, gama, dan theta. Elektroensefalografi (EEG) digunakan untuk mendeteksi gelombang-gelombang ini dari permukaan otak. Pada penderita disleksia, gelombang beta dan gama cenderung tidak beraturan.

Dengan menggunakan metode epoch yang diuji 20 kali, alat ini mencapai tingkat akurasi 100 persen dalam mendeteksi disleksia. Proses ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode tradisional yang memerlukan serangkaian tes dan analisis oleh psikolog, yang sering kali memakan waktu hingga 10 hari.

Perangkat deteksi disleksia buatan Fathi dan Maisyah hanya memerlukan penempelan beberapa sensor di kepala dan pembacaan hasil menggunakan EEG. Hasil deteksi muncul secara instan, memberikan grafik gelombang otak dalam skala amplitudo yang akurat. Ini memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan efisien.

Menurut Wardati, metode ini belum banyak digunakan di kalangan psikolog yang masih bergantung pada tes manual. Perangkat yang dikembangkan memerlukan biaya sebesar Rp5 juta dan dirancang hanya untuk deteksi, bukan untuk terapi.

Syahrial Siregar
Syahrial Siregar
Alumni STIK-P Medan. Menjadi jurnalis sejak 2008 dan sekarang redaktur untuk portal mistar.id

Related Articles

Latest Articles