Medan, MISTAR.ID
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengundurkan diri dari bursa pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Sementara elektabilitas Wakil Presiden Kamala Harris menempel ketat Donald Trump di berbagai lembaga survei.
Eks Analis Kerja Sama Luar Negeri Lemhannas RI, Boy Anugerah mengatakan, Pilpres AS ini tidak memberikan implikasi apapun bagi perdamaian dunia. AS tetaplah super power yang cenderung menggunakan instrumen apapun untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
“Di era Trump yang berasal dari Republik, AS tampil garang dengan melanjutkan invasi di Irak dan Afghanistan. Di era Joe Biden yang Demokrat, AS meningkatkan ketegangan di Indo Pasifik, berseteru secara perdagangan dengan China, dan bahkan mendukung kekerasan Israel terhadap Palestina,” ungkapnya kepada mistar.id, Rabu (24/7/24).
Salah satu momen menarik yang cukup menyita perhatian dunia bagi Boy adalah ketika terjadi insiden penembakan terhadap Trump.
Baca juga:Â Survei Pilpres AS, Elektabilitas Harris Unggul Dua Poin dari Trump
“Terlepas dari motif penembakan, termasuk teori-teori konspirasi yang berkembang, Trump mendapatkan kredit lebih di mata partai pendukungnya. Serangan frontal Trump terhadap personality dan kebijakan Biden, terbilang sukses ‘melengserkan’ Joe Biden dari panggung kandidasi presiden,” sebutnya.
Menurut Boy, Partai Demokrat memiliki tugas berat untuk memenangi Pilpres dengan mengusung Kamala Harris. Walaupun publik AS adalah publik terdidik dan demokratis, publik AS terbilang ‘alergi’ dengan calon perempuan.
“Hillary Clinton yang cerdas, birokrat ulung, tidak terpilih dalam Pilpres AS 2016. Kamala Harris cenderung punya bargain yang lebih lemah karena ia warga keturunan,” lanjutnya.
Alumnus Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran (Unpad) ini juga menyampaikan, bagi Indonesia, secara kalkulatif, nominasi dari Demokrat cenderung lebih baik untuk kepentingan nasional.
