26.9 C
New York
Tuesday, July 16, 2024

Karyawan Swasta Bangkit dari PHK, Mampu Dirikan Usaha Keripik Omzet Rp500 Per Hari

Medan, MISTAR.ID

Menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) di saat pandemi Covid-19, Wety (43), tidak putus asa. Dia berhasil bangkit dari keterpurukan ekonomi dengan membangun usaha untuk membawa perubahan besar dalam hidupnya.

Sebelum terjun ke dunia Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Wety bekerja di salah satu perusahaan swasta di kawasan Namorambe, Deli Serdang sekaligus membuka usaha kecil-kecilan membuat keripik sejak 2015.

Namun, setelah mendapat surat PHK pada tahun 2020, Wety kemudian fokus dengan usaha keripiknya.

Ia menerima surat dari Kepala Lingkungan (Kepling) V, Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, yang mengajaknya untuk mendirikan UMKM bersama teman-temannya.

Baca juga: Omzet Warkop di Medan Meningkat Selama Euro Cup

Dengan tekad bulat, ia memfokuskan usahanya pada pembuatan keripik dan memulai kembali dari nol di kediamannya, di Jalan Bunga Pariama ll, no 93, Gang Bersama, Kelurahan Ladang Bambu.

Pada awalnya, Wety harus bekerja dari pagi hingga siang untuk membuat berbagai macam produk, termasuk rempeyek, keripik ubi original dan pedas, serta keripik pisang kepok, sesuai dengan permintaan pasar.

“Untuk pemasaran, saya memulai dengan menjual dari pintu ke pintu, lalu merambah ke penjualan online melalui Facebook dengan nama ‘Suwety Wety’,” bebernya.

Baca juga:Berkah Usaha Akikah, Modal Rp1 Juta, Raup Omzet Puluhan Juta

Perlahan namun pasti, usahanya berkembang dan ia mulai mengikuti berbagai bazar di acara-acara besar, bahkan produknya bisa sampai Swalayan Brastagi.

Sejak mendirikan UMKM di Ladang Bambu, Wety selalu memastikan produknya memiliki label yang lengkap.

Pemasukan harian dari usahanya cukup menjanjikan, dengan omzet mencapai Rp500 ribu per hari atau sekitar Rp12 juta per bulan.

Meski demikian, Wety masih menjalankan usahanya sendiri tanpa bantuan besar dari pihak lain dan tetap di bawah pengawasan kelurahan.

Wety selalu aktif berpartisipasi dalam berbagai event atas nama Kecamatan Medan Tuntungan. Namun, ia mengakui bahwa kendala terbesar yang dihadapinya adalah modal usaha.

Meski sudah dikenal di berbagai kalangan berkat keikutsertaannya dalam event-event tersebut, bantuan modal dari pihak kecamatan maupun instansi terkait belum pernah ia terima.

Baca juga:Manfaatkan Teknik Simpul, Bisnis Aksesoris Bisa Beromzet Jutaan Rupiah

“Saya mundur di swalayan karena kendala di modal,” ungkap Wety.

Salah satu kendala utama yang ia hadapi adalah proses konsinyasi pembayaran yang memakan waktu lama, bisa sampai minimal tiga minggu.

Hal ini menjadi masalah besar, terutama bagi UMKM yang tidak memiliki modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pengisian barang selama periode tersebut.

“Saya sudah mengajukan permohonan agar pihak kecamatan dapat mendahulukan pembayaran untuk membantu kelancaran usahanya. Namun sayangnya, hingga saat ini belum ada respon.” cerita Wety.

Proses pendanaan dari kecamatan yang seharusnya menjadi jembatan bagi UMKM untuk masuk ke swalayan pun menjadi terhambat. Sementara jika Wety harus menangani semua aspek usahanya sendiri, ia mengaku tidak sanggup.

Dengan situasi ini, Wety berharap, ada dukungan konkret dari pemerintah untuk membantu para pelaku UMKM seperti dirinya, sehingga mereka dapat terus beroperasi dan berkembang meskipun dalam keadaan terbatas. (azmie/hm17)

Related Articles

Latest Articles