28.6 C
New York
Tuesday, July 16, 2024

Konsorsium PERMAMPU: Angka Perkawinan Anak dan di Bawah Usia 19 Tahun Tinggi

Medan, MISTAR.ID
Konsorsium PERMAMPU mengungkapkan angka perkawinan anak dan di bawah usia 19 tahun cukup tinggi. Meskipun UU no.16 tahun 2019 telah menetapkan usia 19 tahun adalah usia minimum perkawinan, tetapi penelitian Konsosium PERMAMPU yang dilaksanakan di periode September 2023 s/d Januari 2024 menunjukkan tingginya angka perkawinan di bawah 19 tahun.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Konsorsium PERMAMPU Dina Lumbantobing dalam kegiatan bersama 8 LSM Perempuan anggota PERMAMPU (Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung) saat perayaan Hari Anak 23 Juli sekaligus Hari keluarga 26 Juni untuk penguatan keluarga sebagai institusi utama pencegahan perkawinan usia anak dan kurang 19 tahun, secara hybrid zoom belum lama ini.

Pertemuan ini menyepakati untuk bersama bekerja pencegahan perkawinan usia anak dan usia kurang dari 19 tahun. Konsorsium PERMAMPU bersama dampingan dan jaringannya siap mengadvokasi lahirnya Strada (Strategi Daerah) dan terus mengadakan penyadaran mengenai hak kesehatan seks dan reproduksi (HKSR) Perempuan khususnya dalam konteks perkawinan usia anak dan usia kurang 19 tahun.

Baca juga:Perkawinan Anak Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Dina Lumbantobing dalam pertemuan tersebut mengatakan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab pemerintah (pasal 8 UU HAM).

“Hak seksual & hak reproduksi merupakan hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional, hukum internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional. Maka Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) adalah hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan secara seksual, dan pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terkait aktifitasnya dalam bereproduksi,” ujar Dina.

Sejalan dengan itu, Tanti Herida – Manager Program Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) memperkenalkan UU no. 4 tahun 2024 mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak dan arah advokasi PERMAMPU untuk turunan UU tersebut.

“Kesejahteraan sebagai sesuatu yang universal, terintegrasi, terjangkau, inklusif, memperhatikan akomodasi yang layak, dan konstitusional,” ujar Tanti.

Tetapi kesejahteraan ibu dan anak dalam kebijakan ini masih dipertanyakan, sementara pengaturan sangat spesifik apakah artinya pengecilan batasan atau cakupan kesejahteraan yang malah lebih membingungkan, seperti sedang merespon masalah stunting.

Ada 5 temuan di dalam UU no 4 tahun 2024 yang menjadi perdebatan yaitu 1) Pasal 1 ayat 5 pengertian keluarga yang agak sempit dan tidak sesuai kenyataan di lapangan. 2) Tumpang tindih kebijakan UU No 4 tahun 2024 pasal 12 mengenai kewajiban perempuan untuk memberikan ASI eksklusif dengan UU Undang-Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023, Kesejahteraan ibu dan anak. 3) Pembatasan Tubuh Perempuan di atur dalam pasal 4 point 4 UU KIA tentang jaminan cuti melahirkan bagi perempuan sebanyak 6 bulan dan cuti pendamping bagi ayah atau keluarga 40 hari. 4) Peran domestik perempuan yang cenderung semakin membakukan peran domestik perempuan. 5) UU No 4 tahun 2024 (KIA) lebih condong pada pengaturan hak cuti melahirkan dan cuti mendampingi yang hanya berlaku bagi pekerja di sektor formal.

Baca juga:Psikolog Berbicara Dampak Buruk Perceraian Bagi Anak

Sementara itu, Ramida Sinaga, Deputy Direktur PESADA yang merupakan Host Konsorsium PERMAMPU menyampaikan tentang strategi PERMAMPU dalam membangun strategi daerah (strada) untuk pencegahan perkawinan anak & usia kurang 19 tahun yang mengacu pada 5 arahan Presiden untuk KemenPPA dan isu strategi nasional PPA meliputi optimalisasi kapasitas anak; lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak; aksesibilitas dan perluasan layanan; penguatan regulasi dan kelembagaan; serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

Dalam diskusi yang difasilitasi Direktur dan Koordinator program di 8 propinsi tergali bahwa negara masih memposisikan ibu sebagai pihak yang paling bertanggungjawab pada anak, yang melanggengkan konsep ibuisme yang menempatkan perempuan sebagai pekerja domestik dan pengasuhan. Juga paling banyak bertanggungjawab bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Harusnya ada dukungan penuh dari keluarga (ayah dan Ibu) dalam menjaga dan pengasuhan anak dan keluarga.

Negara juga harus melindungi kesehatan seksual dan reproduksi perempuan sebagaimana tugas pemenuhan HAM tersebut sebelumnya. Negara masih cenderung melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap fungsi reproduksi perempuan, belum melindungi hak kesehatan reproduksi dan gizi bagi perempuan. Sementara pengawasan terhadap kebijakan HKSR dirasa tidak maksimal.

Kemudian berdasarkan issue gender dan Perempuan di dalam UU No 4 Tahun 2024 di atas, dampingan PERMAMPU mendiskusikan berbagai persoalan yang berdampak berbeda terhadap perempuan yang bekerja dan semakin membakukan peran domestik.

Oleh karenanya seluruh peserta menyetujui pentingnya membangun nilai dan pendidikan keluarga yang ditanggungjawabi oleh seluruh anggota keluarga yang mencakup pendidikan HKSR, penanaman nilai-nilai agama, kepemimpinan perempuan, pentingnya pendidikan yang setara bagi perempuan dan laki-laki, membangun komunikasi terbuka dalam keluarga mengenai seks dan gender, saling menghargai dan melindungi, serta diskusi kritis untuk pencegahan perkawinan anak kurang 19 tahun dan dampaknya. (release/hm06)

Related Articles

Latest Articles