25.7 C
New York
Wednesday, July 17, 2024

Ombudsman RI: Didapati Potensi Maladministrasi Terkait Relokasi Pulau Rempang

Batam, MISTAR.ID

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemko Batam melakukan potensi maladministrasi terkait relokasi warga Kampung Tua di Pulau Rempang.

Pernyataan itu diutarakan Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro melalui keterangan resmi yang dipublikasikan di lama Ombudsman RI, pada Senin (18/9/23).

Potensi maladministrasi itu disimpulkan setelah Ombudsman meminta keterangan pihak-pihak terdampak, maupun pemeriksaan lapangan terhadap keberadaan Kampung Tua, dengan mengacu pada Surat Keputusan (SK) Wali Kota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tentang Penetapan Perkampungan Tua di Kota Batam.

Baca juga: Kejeruan Metar Bilad Deli Desak Presiden dan Polri Selesaikan Konflik Pulau Rempang

Ada 16 Kampung Tua di Pulau Rempang, yakni Tanjung Kertang, Rempang Cate, Pasir Panjang, Tebing Tinggi, Blongkeng, Monggak, Pantai Melayu, Tanjung Kelingking, Air Lingka, Kampung Baru, Sembulang, Dapur Enam, Tanjung Banun, Sungai Raya, Sijantung dan Tanjung Pengapit.

Ombudsman menerima informasi jika BP Batam sudah mencadangkan alokasi lahan Pulau Rempang sekitar 16.500 hektar. Lahan itu bakal dikembangkan menjadi proyek Strategis Nasional 2023 sebagai area  industri, perdagangan, hingga wisata dengan nama Rempang Eco Park Pulau Rempang.

“Pencadangan alokasi lahan atau rencana pengalokasian tidak sesuai ketentuan. Pasalnya, lahan itu belum dikeluarkannya sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Kementerian ATR/BPN kepada BP Batam,” sebut Johanes.

Disebutkan, penerbitan HPL wajib sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satunya adalah tidak adanya penguasaan dan bangunan di atas lahan yang diajukan (clear and clean).

Baca juga: Bentrokan Pulau Rempang, Kapolri Didesak Kaji Ulang Pemakaian Gas Air Mata

“Selama belum didapatkannya sertifikat HPL atas Pulau Rempang, maka relokasi warga menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum,” kata Johanes.

Pihaknya juga dengan tegas menolak semua bentuk represifitas dilakukan aparat Kepolisian dalam melakukan pengamanan di Pulau Rempang. Ombudsman berpendapat, turunnya ribuan aparat disertai pemakaian gas air mata dalam menanggapi penolakan masyarakat justru bakal menambah konflik menjadi semakin besar.

“Kami juga akan mendalami penguasaan fisik bidang tanah masyarakat yang telah puluhan tahun berlokasi di Pulau Rempang. Apakah ada unsur kelalaian negara tidak memberikan akses bagi masyarakat untuk menerima hak milik di tanah yang sudah turun temurun ditempati,” tutup Johanes. (cnn/hm16)

Related Articles

Latest Articles