16.1 C
New York
Sunday, September 29, 2024

Baren Minta Y-USI Laksanakan Putusan PTUN yang Batalkan SK Pengangkatan Rektor, Ketua Pembina: Kita Ikuti Saja Proses Hukum

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang membatalkan Surat Keputusan (SK) Ketua Pengurus Yayasan Universitas Simalungun (Y-USI) mendapat respon dari Ketua Pembina USI.

Melalui pesan WhatsApp (WA), Ketua Pembina Yayasan USI Ir Budi Purba, Rabu (5/4/23) memberikan tanggapannya dan mengatakan untuk mengikuti proses hukumnya sampai ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

“Kita ikuti saja proses hukum. Pengurus ajukan banding, sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap. Itu saja yang bisa saya sampaikan,” kata Budi Purba singkat.

Baca Juga:PTUN Medan Batalkan SK Pengangkatan Rektor USI Periode 2022-2026

Selain Budi Purba, seorang alumni USI, Baren Alijoyo Purba, ikut angkat bicara tentang putusan PTUN Medan tersebut. Dia menyarankan, agar pihak USI menjalankan apa isi putusan PTUN Medan tersebut.

“Pada intinya, agar tidak terjadi polemik di Universitas Simalungun, para pembina melalui Pengurus Yayasan agar melaksanakan Putusan PTUN No. 02/G/2023/PTUN-Mdn. Salah satunya pelaksanaan wisuda dalam penandatanganan izajah agar tidak ada kekhawatiran terhadap mahasiswa dan alumni,” kata Anggota DPRD Pematang Siantar itu melalui WA, Rabu (5/4/23).

Sebagaimana diberitakan MISTAR.ID sebelumnya, gugatan Dr Corry Purba ke PTUN Medan yang menggugat Ketua Pengurus Yayasan USI terkait legalitas pengangkatan Dr Sarintan Damanik sebagai Rektor USI terpilih periode 2022-2026 akhirnya terjawab setelah hakim PTUN menyampaikan putusannya, Selasa (4/4/23).

Majelis hakim akim PTUN Medan, dalam amar putusannya sebagaimana informasi diperoleh mistar.id, Selasa (4/4/23) menyebutkan, sebagai berikut; Dalam Penundaan, menolak permohonan penggugat untuk menunda daya berlakunya objek sengketa, dan Dalam Eksepsi, menolak eksepsi tergugat dan tergugat II intervensi untuk seluruhnya.

Kemudian dalam Pokok Sengketa, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal Surat Keputusan Pengurus Yayasan USI Nomir:874/I-Y-USI/2022 tanggal 10 Desember 2022 tentang Pengangkatan Rektor USI Masa Jabatan 2022-2026, dan mewajibkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tengurus Yayasan USI Nomor:874.I-Y-USI/2022 tanggal 10 Desember 2022 tersebut.

Baca Juga:Rektor USI Periode 2022-2026 Dilantik, LLDikti dan Ketua Pembina Tidak Hadir

Tidak hanya itu, hakim dalam putusannya juga mengukum tergugat dan tergugat II intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp606.500.

Mengenai gugatan mantan Rektor USI, Dr.Corry Purba ke PTUN Medan tersebut jauh sebelumnya dijelaskan kuasa hukumnya Mariah Purba dan Muliaman Purba. Kliennya itu menggugat Ketua Pengurus Yayasan USI ke PTUN Medan.

Objek sengketa yang digugat ke PTUN Medan sebagaimana dijelaskan pengacara Dr Corry itu, adalah SK Pengurus Yayasan USI No.874/I-Y-USI/2022 tentang Pengangkatan Rektor USI masa jabatan 2022-2026 yang mengangkat Dr Sarintan Efratani Damanik sebagai Rektor USI, dan gugatan itu terdafatar dengan bukti Registrasi Nomor Perkara 2/G/2022/PTUN Medan.

Dalam lembar gugatan, dijelaskan, Ketua Pengurus Yayasan USI Jon Rawinson pada tanggal 10 Desember 2022 telah mengangkat Dr Sarintan Damanik dan pengangkatan tersebut dianggap telah melanggar Statuta USI tahun 2020.

Dalam gugatan dijelaskan, Corry Purba selaku penggugat, merupakan salah satu calon Rektor USI periode 2022-2026. Namun dalam proses Penetapan dan Pengangkatan Dr Sarintan Damanik sebagai Rektor USI, bertentangan dengan Pasal 44 ayat 4, 5 dan 6 Statuta USI tahun 2020.

Ketua Pengurus Yayasan USI Jon Rawinson Saragih dinilai telah menerbitkan SK Pengangkatan Dr Sarintan Damanik sebagai Rektor USI 2022-2026 secara inprosedural, karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan dianggap sangat merugikan penggugat dalam hal ini Dr Corry Purba.

Dipaparkan lebih detail, mengenai cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian masa jabatan Rektor USI secara jelas dan tegas sudah ada diatur dalam Pasal 41 sampai Pasal 47 Statuta USI tahun 2020, sesuai dengan Peraturan Yayasan USI Nomor: 089/PEMB.Y-USI/Statuta/2020 tentang Pengesahan Statuta USI 2020.

Ternyata, kata Mariah, bahwa penetapan Calon Rektor USI terpilih dilakukan tanpa melalui proses komponen penilaian dengan sistem pembobotan (scoring) sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat 5 Statuta USI tersebut.

Sebagaimana tegas dijelaskan dalam Pasal 44 ayat 6 Statuta USI, seharusnya komponen yang diberikan adalah berupa pembobotan penilaian. Yang terdiri dari empat ketentuan, yakni penyampain visi misi di hadapan senat dan organ yayasan, pemilihan senat, assesmen psikologi dari lembaga independen dan uji kepatutan dan kelayakan oleh pembina Yayasan USI. Faktanya, kata Mariah, ketika itu, keempat komponen untuk pembobotan (scoring) ini tidak dilakukan oleh tergugat.

Sedangkan dalam Pasal 44 ayat 7 Statuta USI, merupakan ketentuan lebih lanjut tentang Pembobotan dalam Pemilihan Rektor USI yang diatur dalam Peraturan Yayasan USI itu sendiri.

Baca Juga:Pemilihan Calon Rektor USI yang Diduga Langgar Statuta, Begini Hasil Mediasi LLDikti Sumut

Proses awal terjadinya dugaan kecurangan ini, perlu kita ketahui. Bahwa awalnya ada empat calon Rektor USI yang ikut mendaftar. Keempatnya adalah, Dr Corry Purba (calon petahana), Dr Sarintan Efratani Damanik, Dr Hisarma Saragih dan Dr Ridwin Purba.

Namun dari hasil verifikasi panitia tanggal 11 Agustus 2022, nama Ridwin Purba tidak ikut dan yang maju hanya tiga nama. Kemudian ketiga calon Rektor itu, yakni Corry, Sarintan dan Hisarma pada 30 September 2022 mengikuti tahap penyampaian visi dan misi di hadapan 32 Senat USI.

Selanjutnya, tanggal 17 September 2022, dari hasil pemilihan Senat USI memutuskan, bahwa Corry Purba sukses memperoleh suara terbanyak dengan meraih 19 suara dukungan dari senat. Sedangkan Sarintan hanya 13 suara, sementara Hisarma Saragih tak ada suara alias nol/kosong.

Dengan demikian, maka untuk maju ke tahap berikutnya hanya dua nama, yakni Corry Purba dan Sarintan Damanik. Dan pengusulan ini dilakukan berdasarkan suara terbanyak (vide Pasal 44 ayat 4 Statuta USI 2020).

Anehnya, saat melakukan tahap Psikologi, yang maju ternyata bukan dua nama tersebut, malah tergugat mengajukan tiga nama, Corry, Sarintan dan mengikutkan Hisarma yang memperoleh nol suara Senat.

Ini kata Mariah Purba, menjadi salah satu bukti ketidakprofesionalan tergugat, karena dengan menambah satu orang peserta yang bernilai “nol suara” tentu telah memboroskan anggaran USI. Kemudian keputusan paling mengherankan, adalah saat tahapan uji kepatutan dan kelayakan pada tanggal 11 September di hadapan 7 Pembina Yayasan USI.

Dalam tahapan akhir ini yang dimenangkan sebagai Rektor USI terpilih adalah Sarintan Damanik sebagaimana tertuang dalam bukti Berita Acara Rapat Pembina Yayasan USI Nomor:023//R.PEMBINA.Y-USI/XI/2022 tentang Penetapan Rektor USI periode 2022-2026.

Di sinilah kata Mariah Purba masalahnya terjadi, karena tergugat dinilai sangat tidak profesional dalam menjalankan amanah tugasnya. Karena tergugat dalam penetapan dan pengangkatan Rektor USI terpilih tidak memedomani Pasal 44 ayat 4, 5, 6 dan Pasal 7 yang diatur dalam Statuta USI tahun 2020 itu.

Seharusnya, imbuh Mariah, sebelum penetapan calon Rektor USI terpilih, harus dilakukan dengan tahapan komponen pembobotan (scoring) sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat 6 Statuta tersebut, bukan dengan sewenang-wenang menetapkan dan mengangkat Sarintan Efratani Damanik menjadi Rektor USI terpilih.(maris/hm12)

Related Articles

Latest Articles